Selasa, 16 April 2013

0 Prestasi Sekadar Mimpi

    SURVEI Global Peace Index pada 2009 menyebtukan Denmark menduduki posisi negara paling damai kedua di dunia, setelah Selandia Baru. Pada tahun itu juga, Denmark menjadi salah satu dari sedikit negara yang paling tidak korupsi di dunia, berdasarkan Indeks Persepsi Korupsi. Posisinya lagi-lagi kedua setelah Selandia Baru.
    Bahkan, menurut majalah Forbes, negara yang menganut sistem Monarki Konstitusional ini adalah negara yang memiliki iklim bisnis terbaik. Sejak 2006 sampai 2008, hasil survei menunjukkan Denmark  merupakan tempat yang paling menyenangkan di dunia", dipandang dari standar kesehatan, kesejahteraan, dan pendidikan.
    Kemudian, antara abad ke-8 hingga 10, bangsa Denmark dikenal sebagai bangsa Viking. Bersama dengan orang Norwegia dan Swedia, mereka mengkolonisasi, berlomba, dan berdagang di semua bagian Eropa.
    Sampai di sini, rasanya sulit membandingkan prestasi negara kecil ini dengan Indonesia. Terutama jika dikaitkan dengan indeks persepsi korupsi,masih harus belajar banyak dari Denmark. Tapi bukan persoalan korupsi yang ingin dibicarakan. Cuma soal si bola sepak atawa sepak bola.
    Untuk urusan si kulit bundar ini, Denmark masih kalah dari negara-negara besar macam Jerman, Perancis, Inggris atau Italia. Ada cukup banyak pemain Denmark berbakat, tapi itu bukan menjadikan negaranya sebagai kiblat sepak bola. Tidak pula menjadikan Denmark pusat perhatian dunia.
    Denmark pernah memiliki Michael Laudrup, salah satu pemain tersukses yang pernah bermain di klub elit Eropa seperti Juventus, Lazio, FC Barcelona, Real Madrid dan Ajax.    Jangan lupa, Denmark pernah punya kiper tangguh, Peter Schmeichel yang membawa klub Manchester United meraih treble winner musim 1997-1998. Dan talenta-talenta itu berlanjut dengan kemunculan pemain masa kininya, Anders Lindegaard, Kasper Schmeichel dan Nicklas Bendtner.
    Tapi, pemain berbakat tidaklah cukup. Di mata publik sepak bola, Denmark tidak lebih baik dibanding Italia atau Perancis, apalagi Spanyol.   Padangan sebelah mata itu, mendadak luntur pada 1992, tepat di saat perhelatan Piala Eropa di Swedia. Denmark sukses meruntuhkan segala prediksi di Euro 1992. Tak ada yang mengira, perjalanan Denmark. Gagal lolos kualifikasi, kemudian bisa menembus putaran final setelah mendapat wildcard menggantikan Yugoslavia yang tengah dilanda perang, malah berjaya sebagai jawara.    
    Sejarah Denmark merupakan salah satu sejarah paling spektakuler di dunia sepak bola. Tim Dinamit yang sama sekali tidak diunggulkan justru tampil gemilang hingga akhirnya mereguk gelar internasional pertama dengan mengalahkan Jerman di partai final dengan skor 2-0. Ini betul-betul fakta from zero to hero.
    Prestasi Indonesia masih sangat jauh dibanding Denmark. Tapi, semangat untuk meraih prestasi maksimal tentu diinginkan oleh segenap pecinta sepak bola Tanah Air. Bahwa bola itu bulat mengacu pada apa pun bisa terjadi saat pertandingan sepak bola, termasuk tim  lemah bisa mengalahkan tim kuat, benar adanya. Tapi pembinaan tak kalah penting untuk menggapai prestasi. Kalau induk organisasi sepak bola Tanah Air tak kunjung reda dari konflik, bagaimana mau melakukan pembinaan? Prestasi sekadar impian belaka. (*)







Senin, 15 April 2013

0 Mencontoh Cina

      SELALU ada yang baru jika terkait teknologi. Ketika sebuah produk diluncurkan, dipasarkan, variannya sudah mulai dirancang. Bahkan ada yang sudah disiapkan untuk diluncurkan pada kuartal atau tahun berikutnya.
    Belum lagi ketika vendor pesaing meluncurkan produk dengan teknologi selangkah lebih maju, maka dijamin, masyarakat pengguna jadi pusing memilihnya. Kebetulan lagi, pas kantong lagi kering. Jadi, hanya bisa memandangi atau membaca reviewnya.
    Ya, teknologi erat kaitannya dengan dunia bisnis. Perputaran uang di bisnis teknologi sangat besar. Makin hebat teknologi yang digunakan, makin mahal suatu produk.
    Sulit dicari suatu produk murah menggunakan teknologi yang canggih. Satu contoh adalah telepon genggam. Produk Cina dikenal berharga murah dengan fitur cukup banyak. Tapi, jika ditilik dari sisi kualitas, tak bisa disamakan dengan produk dari vendir raksasa seperti Apple, Nokia atau Samsung.
    Membicarakan produk teknologi tak cukup waktu sesaat. Suatu produk jika dikulik atau dibedah, kemudian di bahas satu persatu, membutuhkan waktu khusus. Apalagi jika yang membahasa orang Indonesia.
    Bukan maksud ingin mengecilkan kehebatan bangsa, tapi kalau boleh jujur, kalau urusan bahas membahas, diskusi sana sini atau komentar mengomentari dengan kritikan 'superpedas' dan menyakitkan Indonesia nomor satu.
    Mau bukti? Coba buka portal-portal berita macam kompas.com, detik.com, atau yahoo.com dan situs-situs lainnya. Tiap berita yang diunggah, hampir selalu ada yang berkomentar. Bahkan, pada berita yang memiliki daya tarik tinggi seperti berita peristiwa, selebritas atau politik, jumlah komentatornya bejibun.
    Tak heran, boleh di bilang Indonesia juara di bidang komentar ini. Di satu sisi, situs yang mendapat komentar mendapat untung karena hits pengunjung bertambah. Namun, di sisi lain, isi komentar kadang di luar batas kesopanan, dan norma. Bahkan, cenderung ke arah SARA.
    Di bidang teknologi ini, apakah kita, bangsa Indonesia, hanya ingin mengambil peran sebagai komentator? Tak inginkah menjadi pemilik, pelaku, pembuat teknologi sehingga punya kuasa? Ada banyak contoh negara penguasa teknologi. Jepang, Korea Selatan, Amerika Serikat adalah sedikit contoh bangsa yang menguasai teknologi.      Cina mungkin juga masuk dalam kelompok bangsa itu. Mulai mainan sampai ponsel dijual di Indonesia. Dan, kita, bangsa Indonesia dengan 'rela' membelinya karena harganya murah. Andaikan kita bisa seperti Cina.
    Tapi, Cina kan bangsa yang memiliki kebudayaan tinggi, bahkan sejak ribuan tahun lalu, kebudayaan Indonesia tidak seujung kukunya. Jika ada yang berpikir macam itu, namanya kalah sebelum bertanding. Belum berbuat sudah pasrah duluan.
    Kalau belum bisa menyamai, ya.. belajar dulu. Dari belajar baru bisa menyamai, mencontoh lalu melampaui. Ingat, pribahasa dulu, Belajar lah sampai ke Negeri Cina. *

 


























Minggu, 14 April 2013

0 Musik yang Menyenangkan

    TIAP kali mendengar musik yang menghentak, putra saya yang masih berusia 2 tahun langsung berdiri sambil menggoyangkan badannya. Tak memandang tempat. Ketika alunan nada terdengar di indera dengarnya, tubuhnya langsung bergoyang.
    Kalau ada tempat yang lapang bisa sambil menggerakkan tangan atau memutar badan. Jika di ruang yang sempit, cukup menggerakkan kepala dan menggoyangkan bahu. Bahkan, saat berada terjepit di sadel sepeda motor, di antara kedua orangtuanya, dia masih bisa menggerakkan badannya ketika mendengar sayup-sayup suara musik dangdut.
    Untuk batita seperti dia, selera musiknya sudah seperti orang dewasal. Rata-rata pilihannya pada nada yang ngebit dan cepat. Dia sangat suka Firework-nya Katy Perry. Begitu pula Last Friday Night sang biduan asal Amerika Serikat itu. Dia juga menyenangi tembang Who You Are dinyanyikan Jessy J. Ketika mendengar lagunya dia ikut melafakan money-meny seperti diucap Jessy J.
    Bukan cuma penyanyi mancanegara, penyaki lokal pun dia suka. Paling sering diputarnya sambil bermain game di tablet adalah lagu yang dibawakan Sandhy Sondoro berjudul Biarlah Semua. Saya dan istri sampai merasa bosan karena lagu itu selalu diulang-ulangnya.
    Saya kurang tahu apakah ada korelasi antara kebiasaan kami mendengarkan lagu ketika istri sedang hamil dengan kegemarannya mendengar musik. Sampai-sampai main game di tablet pun anak kami ini tak mau tanpa musik. Pokoknya, apa pun itu bentuknya, jika ada nada dan harmoni disukainya. Termasuk suara azan. 
    Pada dasarnya, antara manusia dan musik hampir tak bisa dipisahkan. Sebab, musik memiliki sejarah yang teramat panjang dalam peradaban manusia. Diperkirakan sudah ada sejak zaman prasejarah, ketika manusia modern Homo Sapiens bermula sekitar 180.000 hingga 100.00 tahun lalu. Fakta tersebut berdasar pada hasil temuan arkeologi.
    Ada istilah musik adalah universal. Maksudnya memang musik membawa energi yang bisa dipahami baik secara sadar atau di bawah sadar oleh manusia dari berbagai macam ras. Musik yang dibawa orang Idonesia bisa disukai dan dinikmati orang Eropa. Begitu pula ketika musisi Amerika Latin membawakan musik bisa disukai orang-orang Asia.
    Sejatinya musik terkait erat dengan indera dengar dan perasaan. Dan, keduanya merupakan bagian dari elemen seni, sarana untuk menikmati maupun meresapi. Tapi uniknya, musik juga bisa dibuat oleh orang-orang yang secara fisik kekurangan.
    Lalu lahirlah para jenius di bidang musik seperti Ludwig van Beethoven, musisi klasik yang memiliki keterbatasan pendengaran tapi mampu menggubah dan mencipta karya-karya fenomenal seperti 9th Symphony yang menjadi acuan wajib musisi klasik.
    Mungkin tak banyak yang tahu, sala satu pentolan grup musik yang kini sedang populer, Black Eyed Peas, Will.I.Am juga mengalami gangguan pendengaran. Tapi hal itu tak mengganggunya malah dianggap sangat berpengaruh sebagai revoluisioner di industri musik dunia. Tangan dinginnya telah memoles Michael Jackson, Rihanna hingga Britney Spears.
    Relasi yang kuat antara manusia dengan musik membawa efek  positif. Disebutkan musik bisa jadi terapi untuk relaksasi. Juga mencerdaskan otak anak, dengan menstimulias melalui musik klasik.
    Memang belum ada bukti empiris yang mengaiktna musik khususnya klaisk dengan peningkatan IQ manusia atau anak. Memainkan musik mungkin hanya bisa dilakukan mereka yang memilik bakat. Mendengarkan musik bisa siapa saja dan sangat menyenangkan. (*)


Kamis, 11 April 2013

0 Mimpi Super Power

    PEMANDU sorak (cheerleaders) identik dengan kaum hawa, usia masih muda, penampilan menarik (kalau di Barat cenderung seksi). Ya, sekarang pemandu sorak hampir 97 persen perempuan (menurut situs id.wikipedia.org).
    Tak banyak yang tahu, pemandu sorak awalnya dari kegiatan yang seluruhnya digeluti kaum adam. Perempuan mulai berpartisipasi di 1920-an. Mulai 1940-an, pemandu sorak menjadi kegiatan yang hampir seluruhnya didominasi perempuan.
    Atraksi pemandu sorak berasal dari Amerika Serikat. Awal aktivitas ini dimulai sekitar 1880-an di Universitas Princeton. Belakangan, tim pemandu sorak menghibur di jeda American Football dan basket. Namun, mereka juga sering diundang untuk beraksi pada pawai atau karnaval, dan kadang-kadang saat tim sepak bola, hoki es, bola voli, American football dan bisbol bertanding.
    Menjadi pemadu sorak di american football atau basket NBA bukan perkara gampang. Mereka harus mengikuti seleksi yang keta agar bisa jadi pemandu sorak klub. Tak sedikit mahasiswi pascasarjana yang menjadi pemandu sorak klub basket atau american football.
    Dari Negeri Paman Sam, aktivitas ini juga merambah Indonesia. Hampir tiap sekolah ada tim pemandu soraknya. Pada waktu-waktu tertentu, juga ada kompetisi antarpemandu sorak.   Mungkin sebagian orang tidak begitu meperhatikan aktivitas pemadu sorak. Bahkan, mungkin pula ada yang menganggap aktivitas cheerleaders tak penting. Toh hanya berteriak-teriak sambil melakukan gerakan koregorafi tertentu. Tapi ada juga yang memperhatikan pemandu sorak karena sang penampilnya berparas ayu ditambah pakaian ketat yang cenderung minim.
    Sebenarnya pemandu sorak tidak bisa dibilang aktivitas remeh temeh. Toh di negara asalnya cukup banyak mahasiswi pasca sarjana tertarik menggelutinya. Apalagi profesi cheerleaders sebuah klub layaknya selebritas.
    Atraksi pemadu sorak bukan hal yang gampang dilakukan. Risiko cedera juga cukup besar lantaran gerakan yang dilakukan bukan gerakan motorik pada umumnya. Paling mudah adalah mencerna filosofi dari aktivitas pemandu sorak. Mereka selalu tersenyum, meskipun saat salah melakukan gerakan. Walau dalam kondisi sakit akibat terjatuh. Artinya, walaupun dalm kondisi kesusahan, tak berarti harus meratapi.
    Kemudian, ketika formasi sambung menyambung dari bahu ke bahu membentuk piramida, ini menunjukkan kebersamaan dan satu visi. Jika keduanya digabungkan maka akan melahirkan kekuatan.
    Seandainya sebagai bangsa Indonesia yang terdiri atas beragam suku serta adat istiadat, belajar filosofi dari atraksi pemandu sorak. Indonesia akan menjadi negara super power, seperti negeri asal pemandu sorak. Bisa dipastikan, itu bukan mimpi di siang bolong. (*)


0 Nomor Buncit

       NAMANYA Gundam Fixed Platinum. Beratnya 1.400 gram dan tingginya cuma 13 sentimeter. Tapi, jangan kira mainan robot- robotan ini bisa diperoleh dengan harga murah. Harganya sekitar 41.000 Dolar AS atau sekitar Rp 369 juta! Kabarnya ini gundam termahal di dunia.
    Gundam atau dalam bahasa Jepang disebut Gandamu semula adalah serial animasi Jepang. Pertama muncul di TV Negeri Matahari Terbit sekitar April 1979, judulnya Mobile Suit Gundam. Gundam merupakan mesin perang dalam bentuk robot raksasa yang dikemudikan oleh seorang pilot.
    Belakangan, gundam berkembang luas menjadi model kit robot. Ada komunitasnya juga yang menyukai robot rakitan ini. Menurut penyukanya, menekuni hobi mengoleksi gundam sekaligus melatih otak untuk teliti dan sabar.
    Kalau bicara tentang robot, Jepang memang jagonya. Boleh jadi negeri barat sebagai pencetus awal atau perintis teknologi robot. Tapi, Jepang lah negeri yang mengembangkan teknologi robot hingga demikian pesat seperti sekarang. Bahkan, dianggap sebagai kiblat teknologi robotic.
    Lantas, di mana posisi Indonesia dalam perkembangan teknologi robot? Sampai saat ini belum ada data kapan dan dimana robot maupun teknologinya masuk ke Tanah Air. Namun, kemauan individu-individu negeri ini untuk meminati, mengembangkan teknologi robot patut diacungi jempol. Meskipun tanpa dukungan langsung pemerintah.
    Pemerintah pada awal 1980-an meenrapkan kebijakan nasional, memberi kesempatan pada peminat robot-robot untuk mengembangkannya. Maka, dikembangkan Mesin Perkakas Teknik Produksi dan Otomatis (MEPPO) diprakarsai BPPT bekerjasama dengan ITB, Industri strategis, serta Laboratorium Elektronika Terapan (LET) di LIPI.
Sayang, tak ada kabar perkembangannya.
    Sebagai negara yang berkembang dan mempunyai target menjadi negara maju pada suatu saat nanti, maka teknologi tak bisa dipinggirkan, termasuk teknologi robot. Semakin maju suatu negara, maka penggunaan teknologi robot juga makin banyak.
    Contoh kecil penggunaan robot penjinak bom atau pendeteksi bom. Masih ingat drama penangkapan teroris yang menjadi otak intelektual di balik pengemboman Hotel The Ritz-Calrton dan JW Marriott Jakarta 2009 lalu? Robot ini memuluskan langkah Densus 88 membekuk pelaku teroris yang bersembunyi di tengah ladang jagung.
    Robot itu mirip dengan prototype robot bikinan Politeknik Elektronika Negeri Surabaya (PENS) Institut Teknologi Surabaya (ITS). Namun, robot yang dipakai Densus 88 bukan buatan PENS, melainkan barang impor, biasa didatangkan dari Inggris atau Norwegia.
    Sebenarnya individu-individu Indonesia punya skill dan mampu mengembangkan teknologi. Namun, kepercayaan yang belum bisa didapat dari pemerintah untuk menggunakannya. Regulasi tidak dibuatkan. Memang, sulit untuk meraih kepercayaan. Tapi, sebaliknya, ketika sama-sama menguntungkan, kepercayaan menjadi nomor buncit. (*)












Jumat, 01 Februari 2013

0 Game dan Realita

    ANAK-ANAK zaman sekarang mungkin tak mengenal konsol game legendaris bernama Atari. Ya, sekitar akhir 1980-an, konsol game ini sangat populer di kalangan anak-anak. Tentu saja anak-anak dari kalangan berduit pula. Sementara bagi yang tak memiliki (seperti saya, hehehe) cukup jadi penonton, syukur-syukur teman yang punya mau meminjami.
    Memang, tentu saja tidak bisa dibandingkan, antara konsol game (dulu lebih dikenal dengan sebutan video game) era 1980-an itu dengan konsol game zaman sekarang seperti Sony Playstation 3, Nintendo Wii atau game arcade di komputer atau game online.
    Beda zaman, beda teknologi. Sangat banyak perbedaannya, salah satunya dari sisi grafis. Tampilan game saat ini lebih hidup. Game dengan tokohnya manusia ditampilkan sangat nyata. Beraktivitas nyaris sama seperti manusia. Bahkan, jika ada game dibuat berdasar realita, maka sang tokoh dibuat semirip mungkin.
    Satu contoh adalah game FIFA 2012 atau Pro Evolution Soccer (PES) 2012. Penggemar striker Barcelona, Lionel Messi bakal mendapati idolanya itu bisa dikontrol sekehendak hati, dengan tampilan yang sangat mirip. Atau, penyuka pemain sayap Real Madrid, bisa dimainkan dan berlari menyisiri lapangan sepak bola sangat cepat sama seperti manusia aslinya.
    Teknologi semacam itu belum bisa diterapkan pada game konsol seperti Atari yang dilahirkan pada 1972. Belum pula mampu diakomodasi game konsol pertama di dunia, Magnavox Odyssey. Konsol game yang muncul sebelum kelahiran Atari ini cuma bisa mengoperasikan sebuah game bernama Pong. Apa itu Pong? Merupakan game sederhana mengambil konsep permainan tenis. Satu bola dengan dua papan di kiri dan kanan. Pemain sebisa mungkin harus berusaha mengembalikan bola ke daerah lawan.
    Andaipun saat itu game yang popular pada milenium kedua seperti Angry Birds sudah bisa dimainkan di era 1970-an atau 1980- an, tentu merupakan lompatan teknologi yang luar biasa. Bisa-bisa bikin seantero jagat terkagum-kagum, laksana penduduk yang tinggal di kampung terpencil ketika pertama kali melihat mobil.
    Sebenarnya, apa yang dirasakan oleh pemain game, baik zaman baheula maupun sekarang hampir sama. Ekstase ketika memenangkan permainan tak ada bedanya dari dulu hingga sekarang. Demikian pula ketika mengalami kekalahan, rasanya membekas sampai di hati.
    Namun, kemajuan teknologi membuat game zaman sekarang memiliki daya pikat jauh lebih kuat, bahkan seakan mencandui anak-anak. Makanya, anak pun betah berjam-jam memainkan iPad atau tabletnya. Tak mau makan saat asyik main Playstation. Menjadi reaktif atau marah ketika diminta belajar saat bermain game online.
    Seorang ilmuwan, Baroness Greenfield menyebutkan, ketika seseorang bermain game terlalu lama dan mengesampingkan banyak hal, maka tercipta suatu kondisi baru yang berdampak pada otak. Anak akan kehilangan waktu berharga seperti saat-saat ia seharusnya bermain, memanjat pohon, atau memberi pelukan pada orangtuanya.
    Siapa pun yang menjadi orangtua tentu tak ingin anak menjadi seperti itu. Manusia memang cenderung sulit untuk berlawanan dengan kemajuan teknologi. Tapi, setidaknya orangtua bisa membatasi agar anak tidak terlampau larut hingga menganggap game adalah realita dan realita adalah game. Bisa dimulai dengan memilihkan game yang edukatif. (*)

0 Diplomasi Gastronomi


    ADA satu berita menarik pada sebuah situs pemberitaan berbahasa Indonesia milik anak negeri. Pada berita yang terdata awal Januari 2012 itu, disebutkan, Duta Besar Republik Indonesia untuk Kerajaan Spanyol, Adiyatwidi Adiwoso Asmady, melancarkan diplomasi gastronomi.
    Dia menggelar Pekan Gastronomi Indonesia di Madrid. Para duta besar negara sahabat pun diundang mencicipi kuliner Indonesia yang disajikan di Hotel Intercontinental, Madrid, Spanyol.  Demi memuluskan perhelatan, dua juru masak Indonesia dari Intercontinental Jakarta, Jenal Abidin dan Dedih Syamsudin  didatangkan oleh Kementerian Pariwisata dan Ekonomi kreatif. Keduanya dibantu chef dari Spanyol Jose Luque dan Juan Carlos De la tore untuk menyajikan berbagai kuliner Indonesia.
    Kemudian, pada berita itu disebutkan, budaya kuliner dari Indonesia yang ditampilkan dengan keeksotikannya serta bahan-bahan yang berkualitas dengan cita rasa yang tinggi, berhasil menjadikan gastronomi sebagai salah satu diplomasi Indonesia di Spanyol.
    Melihat dan membaca berita itu, saya menarik kesimpulan, Indonesia sukses berdiplomasi di Spanyol dengan menanamkan citra melalui keberagaman kuliner yang menggugah selera.  Sampai pada sukses itu, kita patut berbangga. Melalui kuliner, Indonesia bisa dikenal dunia. Dan memang, cita rasa masakan Nusantara tak perlu diragukan lagi. Apalagi mengenai keberagamannya. Tiap daerah memiliki ciri khas tersendiri.
    Dan seperti salah satu pengertian gastronomi yakni mempelajari berbagai komponen budaya dengan makanan sebagai pusatnya, maka secara tak langsung diplomasi gastromi mengenalkan budaya Indonesia. Menunjukkan karakter bangsa Indonesia yang berbudaya tinggi, warisan dari leluhur.
    Namun, sukses diplomasi gastronomi ini berbanding terbalik dengan kondisi bahan baku kuliner Nusantara. Sudah jadi rahasia umum, harga bahan pangan di Indonesia tak stabil. Padahal, Indonesia kaya dengan sumber daya alam yang melimpah.
    Faktanya, berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) setidaknya Indonesia masih mengimpor tujuh bahan pangan yang juga dihasilkan oleh petani negeri ini. Seperti kentang, singkong, biji gandum dan meslim, tepung terigu, jagung, beras dan kedelai.
    Bayangkan, singkong, beras dan kedelai sangat familiar bagi kita. Indonesia bangetlah. Ternyata negeri ini belum mapu swasembada. Bahkan untuk kedelai, kondisinya sangat parah. Indonesia masih mengimpor 45 persen untuk kebutuhan kedelai dalam negeri. Ada lagi, 50 persen kebutuhan garam dalam negeri juga diimpor. Bahkan 70 persen kebutuhan susu dalam negeri dipenuhi melalui impor.
    Kondisi seperti tersebut menjadikan diplomasi gastronomi ala Kedubes Indonesia di Spanyol bagai tak ada implikasinya. Kalau mau lebih dibesarkan, kedaulatan negara dan rakyat Indonesia patut dipertanyakan. Kekuatan dalam mengatur produksi, distribusi dan konsumsi di sektor pangan itu sudah hilang. Berganti libelarisasi sektor pertanian dan pangan, dimulai masuknya International Monetary Fund (IMF) pada 1998 dan perdagangan bebas WTO. Indonesia sudah jadi bagian dari liberalisasi itu. (*)

0 Belajar Jadi Objek

    IKAN bukan sebagai subjek, melainkan hanya sebagai pelengkap. Adapun subjeknya adalah tanaman air itu. Demikianlah prinsipnya seni aquascape. Merupakan salah satu jenis aliran dalam aquaris.   Penonjolan tanaman ini membedakan aquascape dengan dengan akuarium biasa yang mengutamakan ikan. Makin cantik tata letak tanaman air, maka makin indah dan tinggi nilai aquascape. Penataan yang benar dengan sendirinya membuat ikan bisa hidup dan berkembang.
    Konsep aquascape ini mirip dengan kehidupan manusia. Sebagai makhluk sosial, manusia tak bisa hidup sendiri. Selain berinteraksi dengan sesamanya, juga memilik realsi dengan makhluk lain, termasuk dengan alam.
    Tapi, sebagai makhluk yang paling mulia di muka bumi, manusia cenderung mementingkan diri sendiri. Memosisikan diri sebagai subjek, sebagai pihak yang menjadi episentrum semua aktivitas di muka bumi. Sementara makhluk lain adalah objek, bahkan lebih sering jadi objek penderita.  Maka, hampir segala aktivitas manusia untuk memenuhi kebutuhannya, menjaga stabilitas kewenangannya, berdampak negatif bagi makhluk lain.
    Ketika manusia memerlukan kayu, maka ditebanglah hutan. Sementara upaya menghutankan kembali kalah cepat dibanding gergaji-gergaji berantai yang membabat batang demi batang pohon. Apa pun pola pengelolaan hutannya, jika masih menempatkan manusia sebagai subjek, hasilnya sama dengan hutan habis!
    Saat hutan-hutan diubah menjadi kebun kelapa sawit, para penghuni hutan yang terbiasa dengan rerimbunan pohon  terpaksa beralih menyeruak di antara kebun sawit yang dulunya juga hutan. Babi hutan yang dulunya mencari makan di wilayah hutan terpaksa mengais-ngais di antara akar sawit atau ladang  bikinan manusia.
    Orangutan yang dulunya bergantungan di antara pohon-pohon tinggi, terpaksa berloncatan di pohon-pohon sawit yang rendah. Dan sekali lagi, karena manusia sebagai subjek, maka babi hutan, orangutan dan makhluk-makhluk lain hanya pelengkap. Maka diburu lah sang babi dan dibantai si orangutan atau dibakar hidup-hidup karena dianggap hama.
    Manakala hutan telah habis diganti tambang-tambang batu bara, maka siapa pun tak mampu melawan buldozer atau eksavator yang membuat lubang menganga, mengurangi unzur hara tanah hingga sulit untuk ditanami kembali.
    Seandainya manusia memosisikan diri sebagai objek, apalagi jika mau sebagai objek penderita, tentu bakal merasakan sakitnya diburu, perihnya dibakar hidup-hidup atau sulitnya mencari makan. Manusia merupakan satu-satunya makhluk di dunia yang berhak menyandang predikat khalifah, pemimpin, perwakilan dari Sang Pencipta. Maka jadilah pemimpin yang adil. Sekali-kali rasakan dan belajar jadi objek penderita, jangan selalu jadi subjek. (*)








    

Rabu, 09 Januari 2013

0 Jangan Dilayani

    SEBAGIAN besar orang mungkin mengetahui apa itu bonsai, yakni seni menanam pohon tertentu yang dikerdilkan di dalam pot kecil. Orang-orang pun mengira seni menanam pohon ini berasal dari Jepang karena orang-orang dari negeri Matahari terbit ini yang mengenalkannya.
    Tapi, pasti tak banyak yang tahu bahwa bonsai bukan 'produk' asli asli dari Jepang. Beberapa literatur sejarah menyebutkan praktik menanam bonsai telah terlacak lebih dari seribu tahun yang lalu di Cina. Namanya pun bukan bonsai melainkan pun-sai. Mungkin lidah orang Jepang lebih enak menyebutnya bonsai.
    Memang, di negeri asalnya sebelum 'migrasi' ke Jepang, bentuk- bentuk bonsai masih sangat kasar. Ketika itu, pohon dibentuk menyerupai bentuk burung atau naga. Saat di Jepang, bonsai berkembang jauh melebihi yang terjadi di Cina. Bonsai dianggap mewakili hubungan spiritual antara manusia dan alam.
    Walau bukan produk asli Jepang, namun dikembangkan di negeri Sakura, bonsai jadi sebuah kebanggaan, dapat ditemukan di rumah keluarga kerajaan atau para bangsawan. Bonsai menjadi karya seni ekslusif di Jepang hingga pada 1900 menyebar ke Eropa.  Sampai kini bonsai masih tetap menjadi budaya Jepang. Tiap perayaan Tahun Baru Jepang, bonsai dari berbagai jenis senantiasa ditampilkan sebagai salah satu atraksi.
    Antara Jepang dan Cina memang memiliki percampuran budaya. Kedua negara saling mempengaruhi. Wajar, karena berada dalam kawasan atau jazirah yang sama yakni Asia Timur. Sama-sama dalam satu rumpun.   
    Mengutip situs id.wikipedia.org, sejarah Asia Timur, dan juga beberapa bagian Asia Tenggara, banyak dipengaruhi oleh Cina. Seluruh negara-negara Asia Timur menggunakan aksara Tionghoa pada beberapa waktu dalam sejarah mereka. Daerah Cina, Jepang, dan Korea memiliki sistem tulisan yang berhubungan, dan bersama disebut CJK atau CJKV dengan pengecualian Vietnam.
    Dulu, pada masa 1990-an populer istilah macan Asia, yakni empat negara kecil di Asia dengan pertumbuhan ekonomi yang mengagumkan, yakni Hong Kong, Taiwan dan Korea Selatan. Ketiganya berada di kawasan Asia Timur. Cuma satu negara Asia Tenggara yang tergolong 'macan' saat itu yakni Singapura.
    Kini, kebangkitan ekonomi Cina dan ekspansi budaya Korea (Selatan) ke mancanegara menjadikan kawasan Asia Timur makin mendunia. Apalagi jika ditimpali ulah 'usil' Korea Utara yang menjadi kekuatan ekonomi paling minim di kawasan itu tapi mempunyai kekuatan militer yang patut diperhitungkan.
    Perbedaan boleh jadi tetap ada. Konflik antara negara di kawasan itu pun pasti tak bisa dihindari karena masing-masing punya kepentingan. Bahkan konflik antara Cina dan Jepang, memiliki sejarah yang sangat panjang. Tapi, bisnis tetap jalan di antara mereka.
    Asia Tenggara perlu belajar dari negara Asia Timur bagaimana mengelola konflik tanpa merugikan. Khususnya Indonesia, lebih baik mengurus diri sendiri ketimbang melayani provokasi Malaysia yang sebenarnya takut akan kebesaran Nusantara ini. Biasanya, orang yang suka memprovokasi dan mengompori sebenarnya hanya iri dan tak punya kekuatan. (*)


   

0 Hakekat Arisan

    ENTAH kapan arisan itu bermula. Saya belum pernah membaca referensi mengenai sejarah aktivitas unik ini. Bahkan, Mbah Google pun tak menyimpan arsip mengenai masa lalunya. Boleh jadi, arisan hanya ada di Indonesia sementara di mancanegara.
    Tapi, tetap saja seakan masa lalu arisan, siapa penemunya maupun perkembangannya tiada data sama sekali. Kalau pengertian arisan ada beragam. Bahkan, pengertian cenderung berkembang tergantung aktivitas yang melatarbelakangi dibentuknya arisan atau yang mengiringi.
    Secara umum menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) arisan adalah kegiatan pengumpulan dana yang ditarik dengan cara diundi atau bergiliran. Perkiraan saya arisan asli produk Indonesia alias made in Indonesia dan made by Indonesian. Alasannya sangat simpel, dalam kamus bahasa Arab belum ada padanan kata arisan. Begitu pula di kamus bahasa Inggris. 
    Tak pernah ada riwayat menyebut aktivitas arisan di negara lain. Bahkan sejak zaman nabi-nabi. Tapi, kalau ditinjau dari sisi muamalahnya, tentu ada kesamaan dengan aktivitas di zaman baheula, yakni sebagai ajang silaturahmi.
    Aktivitas yang identik dengan kaum hawa ini membuatnya sangat dekat dengan rumah dan makanan. Walaupun belakangan, lokasi arisan bisa saja 'migrasi' ke mall dan cafe. Seingat saya dulu sewaktu masih SD, arisan di kompleks tempat tinggal kami melibatkan seluruh anggota keluarga.
    Misal, bulan ini giliran keluarga A jadi tuan rumah. Maka keluarga lainnya di kompleks, ramai-ramai pada hari yang ditentukan mendatangi rumah A. Ketika ibu-ibu berkumpul sembari mengocok nama yang bakal dapat uang arisan, sekaligus jadi tuan rumah pertemuan berikutnya, para bapak juga berkumpul sembari ngobrol ngalor ngidul.
    Adapun bagi anak-anak, arisan merupakan ajang untuk bermain sambil makan makanan yang enak-enak. Samar-samar tersisa ingatan di benak saya bahwa arisan itu menyenangkan. Satu kompleks sangat akrab. Hakekat arisan sebagai ajang silaturahmi benar-benar tercipta.jauh dari sifat individualistis. Tumbuh sifat-sifat sosial karena tercipta interaksi dengan tetangga sehingga menimbulkan kepekaan sosial.
    Sekarang arisan berkembang pesat. Sayang mulai meninggalkan hakekatnya serta nilai-nilai sosialnya. Kegiatan yang beroperasi di luar ekonomi formal ini malah mengedepankan nilai-nilai materialistis dan individualistis. Arisan sudah jarang digelar dari rumah ke rumah. Kadang, siapa yang beruntung namanya keluar dari kocokan pun tak datang. Arisan juga jadi ajang pamer kekayaan.
    Lantas, muncul pula arisan berantai yang menggunakan istilah investasi lalu berkembang menggunakan sarana internet. Padahal, arisan macam ini hanya penipuan gaya baru karena keuntungan didapat oleh orang pertama.
    Ada pula arisan tembak yang mengedepankan bisnis dan keuntungan ketimbang silaturahminya. Paling parah adalah arisan berondong. Konon, pelakunya adalah para ibu-ibu yang 'menggilir' pria muda berwajah tampan. Paling baru tentu saja arisan seks yang dilakukan pelajar, seperti dilakoni pelajar SMA di Situbondo, Jawa Timur.
    Bagaimana pun perkembangannya, dalam benak saya, arisan adalah makan yang enak-enak. Dalam konteks kalimat tersebut, kata 'makan' dan 'enak-enak' terkait dengan makanan sesungguhnya karena arisan yang saya kenal hakekatnya bersilaturahmi. Bukan materi dan kesenangan duniawi. (*)


Foto: kompas.tv

Jumat, 04 Januari 2013

0 Anak SMK Saja Bisa

    ADA dua model mobil yang melegenda di Indonesia. Bahkan, hingga kini masih cukup banyak yang memiliki dan menggunakannya, baik sebagai moda transportasi maupun sekadar hobi. Saking melegendanya, seakan-akan keduanya adalah produk asli Indonesia. Padahal, tetap saja merupakan produk dari negeri raksasa otomotif dunia (Jepang), meskipun dirakit dan dirancang di Indonesia atau suku cadangnya dibuat di Tanah Air. Soalnya, merek yang dipasarkan ya merek perusahaan induknya.
    Pertama adalah Toyota Kijang. Mungkin hampir semua orang tahu model kendaraan niaga dan keluarga bikinan Toyota ini. Tergolong kendaraan paling populer untuk kelas MiniBus di Indonesia. Toyota Kijang mulai beredar di Indonesia medio 1977 dan menjadi salah satu model mobil Toyota primadona di Indonesia. Dengan mudah mobil ini dapat ditemukan di seantero negeri.
    Tak kalah pamor dari Kijang adalah Suzuki Jimny. Mobil ini tak kalah pamor dari Kijang yang sukses dalam memasarkan sampai empat generasi. Jimny 'kabarnya' sanggup memenuhi kebutuhan konsumen di segala medan dengan harga yang ekonomis. Sama seperti Kijang, sejarah Jimny cukup panjang sejak dirintis pada 1968.
    Dan, memang, Toyota atau Suzuki adalah dua merek dagang asal Jepang yang sudah mendunia. Selain dua merek tersebut, masih banyak produk otomotif asal Negeri Matahari Terbit yang  terkenal di dunia. Dua mereka ini hanya sedikit dari contoh kesuksesan industri otomotif Jepang yang mampu bersaing dengan mobil bikina Eropa atau Amerika Serikat.
    Namun, kesuksesan itu diraih melalui perjuangan yang panjang. Pendiri Suzuki, Michio Suzuki merintis usahanya dengan membuat perusahaan tenun sutra. Usaha yang didirkannya mulai 1909 ini terus berkembang hingga memproduksi mobil, sepeda motor dan mesin-mesin. Kini, Suzuki memiliki tempat produksi yang terletak di lebih dari 23 negara.    
    Bagaimana dengan Toyota? Sekadar informasi, merek dagang Toyota bukan diambil dari nama pendiri atau pemilik usaha raksasa otomotif ini. Perusahaan otomotif rata-rata 'suka' menggunakan nama pendiri sebagai merek dagang. Seperti Honda didirikan oleh Soichiro Honda. Merek dagang Ford yang diambil dari nama Henry Ford.
    Pendiri Toyota adalah Sakichi Toyoda, dikenal sebagai penemu sejak usia belasan tahun. Berangkat dari kesederhanaan visi, maka menyebut Toyoda dianggap kurang enak didengar dan tidak akrab dikenal sehingga diubah sedikit menjadi Toyota. Ternyata visi itu sangat jauh ke depan. Merek dagang Toyota menjadi salah satu yang terkenal di dunia.
    Melihat kesuksesan Jepang di industri otomotif memang bikin iri. Lantas, timbul pemikiran kenapa Indonesia tidak bisa seperti itu? Pemerintah Indonesia era Soeharto pernah merintis mobil nasional melalui merek Timor. Ada pula merek Bimantara. Namun tak ada kelanjutannya.
    Sebenarnya sumber daya manusia negeri ini tak kalah. Mungkin kah regulasi yang tak mendukung? Proyek mobil nasional bisa menjadi arena pencitraan jati diri bangsa. Sama seperti industri pesawat terbang nasional. Bikin pesawat saja mampu, masak bikin mobil tak bisa. Anak SMK saja bisa melakukannya.
 
Foto: androidapps-home.com

Selasa, 01 Januari 2013

0 Menembus Batasan Otak

    OTAK manusia dewasa rata-rata beratnya sekitar 1,5 kilogram dengan ukuran sekitar 1.130 sentimeter kubik untuk perempuan dan 1.260 sentimeter kubik untuk laki-laki. Tapi, ada variasi ukuran tergantung ukuran tubuh.
    Jantung boleh jadi organ yang sangat penting sebagai sentra peredaran darah. Tapi, otak tak kalah istimewa karena menjadi pengendali semua fungsi tubuh manusia. Boleh dibilang, otak merupakan pusat dari aktivitas tubuh.   
    Andai kata, jantung berhenti berdetak selama beberapa menit, seorang manusia masih bisa bertahan hidup. Tapi sebaliknya, jika otak berhenti bekerja satu detik saja, tubuh manusia akan mati.  Makanya, otak disebut organ paling penting dari seluruh organ tubuh manusia. Jika otak sehat, mendorong kesehatan tubuh dan mental. Apabila otak terganggu, maka kesehatan tubuh dan mental pun bisa kacau.
    Dan, sebagai organ penting, olahraga untuk menjaga kesehatan otak pun tidak seperti olahraga fisik. Biasanya adalah catur, membaca, main game, bermusik atau permainan bridge.  Otak tergolong organ tubuh yang rumit dan kompleks. Ada banyak bagian yang memiliki fungsi berbeda. Misalnya otak tengah. Kabarnya kelompok tertentu percaya otak tengah terkait dengan kemampuan supranatural seperti melihat dengan mata tertutup. Namun, para ilmuwan tidak sependapat karena tidak terbukti secara ilmiah.
    Ada pula otak besar atau istilah ilmiahnya cerebrum, yakni bagian terbesar dari otak manusia. Dibagi jadi dua bagian, yakni otak kanan dan otak kiri. Sampai kini masih jadi perdebatan, mana yang lebih baik digunakan, otak kiri atau otak kanan.
    Kalau dilihat fungsinya, otak kiri berfungsi terkait logika, rasio, kemampuan menulis dan membaca, serta merupakan pusat matematika. Disebut sebagai pusat intelegensia. Sedangkan otak kanan lebih berfungsi dalam perkembangan emosional. Contohnya, komunikasi, sosialisasi, interaksi, seni dan kreatifitas.
    Dominasi otak kiri bikin manusia pandai menganalisa, memikirkan secara logika, tapi kurang dalam interakasi sosial. Sebaliknya, dominasi otak kanan bikin pandai bergaul tapi sulit belajar hal yang teknis.
    Paling ideal, tentu saja memungsikan otak kiri dan kanan secara imbang. Tapi, menyeimbangkan kinerja kedua belah otak bukan hal yang mudah. Otak bisa menstimulasi pemiliknya untuk bertindak berdasar otak kiri saja, atau otak kanan saja. Akibatnya terjadi batasan-batasan, pengotakan pada diri manusia sendiri.
    Ada kata bijak mengatakan, kita tidak pernah mengetahui batasan terakhir kemampuan, sebelum kita mencoba menembus batasan tertinggi yang pernah dialami.  Banyak peristiwa yang menggambarkan upaya manusia menembus batas pemikiran yang skeptis lalu meraih kesuksesan. Salah satunya adalah Barack Obama. Dia sukses jadi Presiden Amerika Serikat pertama berkulit hitam. Obama menjatuhkan pemikiran, pembatasan bahwa presiden Amerika Serikat selalu berkulit putih.
    Contoh lain adalah lakon para pendiri negeri ini yang sukses membawa bangsa dan negara menjadi merdeka hingga sekarang. Mereka sukses menepikan pemikiran bangsa Indonesia tak bisa berdaulat dan mengurus kehidupannnya sendiri. Tentu saja, setelah melalui perjuangan yang panjang. (*)


Foto: lawyer-brain-injury.com

0 Meniru Adam Khoo

    PINTAR adalah anugerah dari Yang Maha Kuasa. Meskipun proses bertambahnya kepintaran dan mengasahnya dilakukan bertahap baik melalui jenjang pendidikan formal maupun informal. Sedikit berbeda dengan kreativitas. Walaupun sama-sama memerlukan proses seperti kepintaran, tapi kreativitas didapat melalui proses yang kreatif. Bahkan ada proses kreatif yang tidak melalui pendidikan formal.
    Walaupun proses lahirnya kemampuan untuk menjadi kreatif masih misteri, paling tidak ada gambaran bahwa orang-orang kreatifi itu berpikir mengunakan otak kanan. Sementara orang-orang pintar itu (siapa saja yang merasa) berpikir menggunakan otak kiri.
    Informasi mengenai otak kiri dan kanan ini dimulai dari penemuan Roger W Sperry pada 1960. Roger W Sperry melakukan penelitian terhadap orang yang mengalami sakit epilepsi. Jika dilakukan pemotongan pada sambungan antara otak kiri dan kanan dia menduga mampu meredakan penyakit epilepsi tersebut.
    Ternyata, Roger W Sperry malah menemukan otak manusia terdiri atas belahan kiri dan kanan dengan fungsi masing-masing. Kiri untuk bahasa (verbal) termasuk kata-kata, logika, matematika, urutan analisis, dan lain- lain. Sedangkan belahan kanan untuk bahasa ( nonverbal yang meliputi kreativitas, irama, kesadaran ruang, imajinasi, melamun, warna, dan lain-lain.
    Mengutip pernyataan Adam Khoo, miliyuner muda asal Singapura, Selama ini, ternyata masyarakat pada umumnya lebih mementingkan analisis, logika, matematika. Jarang sekali memperhatikan atau kurang mengoptimalkan fungsi belahan otak sebelah kanan dalam pembelajaran.
    Mungkin hal seperti ini diadopsi oleh sistem pendidikan negeri ini. Makanya, ketika guru menerangkan di depan kelas, banyak siswa yang bosan atau malah ketiduran. Ada lagi yang melamun, ngerumpi, baca komik menjahili teman atau malah 'memantapkan' kepandaian dalam 'seni' mencoret kertas di buku tulis atau LKS. Hal ini lantaran otak kirinya dipacu bekerja keras sementara otak kanan menganggur.
    Kemampuan otak kanan harus pula dibangkit tapi bukan dengan cara-cara umum seperti yang dijejali ke otak kiri. Proses kreatif harus dipacu dengan tampilan gambar, cerita, gerakan, aktifitas kelas, diskusi, musik, pemutaran film, dan lain-lain.
    Proses kreatif berarti keleluasaan mengembangkan ide-ide dan gagasan secara bebas. Seorang kreatif adalah orang yang berani mengambil risiko. Analogi sederhananya sebagai berikut. Menggunakan sepeda motor memudahkan dibanding jalan kaki. Ini adalah pilihan yang pintar. Namun jika sepeda motor yang digunakan melalui proses merakit sendiri atau dimodifikasi, ini peran otak kanan.
    Akan lebih baik ketika kepandaian otak kiri didukung proses berpikir kreatif otak kanan. Hasilnya adalah karya yang luar biasa. Semoga kita bisa memaksimalkan proses berpikir kedua belah otak masing-masing. Kalaupun tidak, mudah-mudahan anak-anak kita yang mampu melakukannya.
    Adam Khoo saat masih kanak-kanak dikenal sebagai anak bodoh.  Kesukaannya hanya main games dan nonton TV. Tapi melalui proses kreatif belajar yang tidak biasa (tidak umum), ketika SMP, SMA dan kuliah dia menjelma menjadi yang terpandai. (*)

Foto:  kevinfullbuster.blogspot.com

My Blog List

 

Coretan Royan Naimi Copyright © 2011 - |- Template created by O Pregador - |- Powered by Blogger Templates