RASA penasaran membuat saya bergegas membuka Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) terbitan PT Gramedia Pustaka Utama. Kebetulan kamusnya masih baru, terbitan 2008. Jadi mudah saja menemukan kata yang kita ingin tahu makna atau artinya.
Saya ingin tahu arti dari kata peduli. Ternyata ada tiga arti, yakni mengindahkan; memperhatikan; menghiraukan. Kata peduli jika ditambah imbuhan maknanya tak terlalu jauh dari kata dasar peduli.
Bukan tanpa sebab saya mau tahu artinya. Suatu hari saya berkunjung ke kantor teman. Kantornya tidak terlalu besar. Di dalam ruang ada beberapa orang bekerja di balik layar komputer.
Kebetulan teman saya masih ada urusan di bagian lain. Sembari menunggu saya duduk di ruang tamu. Tiba-tiba terdengar dering telepon. Suaranya nyaring membelah kesunyian. Tapi tak satu pun dari orang-orang di ruang kerja itu yang mengangkat telepon. Mereka asyik dengan aktivitasnya sendiri Bunyi telepon terus berulang sampi akhirnya mati sendiri.
Saya pun heran, kenapa tak ada yang peduli untuk mengangkat telepon. Padahal, mungkin saja telepon itu dari klien potensial. Mungkin pula dari bos yang ingin tahu perkembangan pekerjaan. Bisa pula telepon dari salah seorang keluarga yang ingin menyampaikan kabar duka. Begitu banyak kemungkinan. Who's know?
Mungkin, peduli, kepedulian, memedulikan sudah dianggap angin lalu. Masuk telinga kiri keluar telinga kanan. Just ordinary thing, hanya sesuatu yang lumrah.
Bahaya! Ini sangat berbahaya. Suasana di dalam sebuah kantor itu hanya contoh kecil. Ibarat penyakit kanker mungkin masih stadium I. Bagaimana jika berlanjut jadi semacam kanker stadium IV, akut, parah, tinggal menunggu semaput.
Contohnya sangat banyak, bisa kita saksikan sehari-hari. Tengok saja tempat pembuangan sampah sementara (TPS) di bebeberapa sudut jalan. Sampah diangkut sekitar pukul 07.00 Wita. Tunggu saja beberapa jam, TPS sudah terisi sampah dalam jumlah lumayan. Padahal jelas sekali Pemko Banjarmasin punya aturan melarang warga membuang sampah siang hari. Tapi, siapa yang peduli? tidak ada.
Atau lihat kondisi Pasar Tungging di Jalan Belitung. Dulu hanya beberapa pedagang. Kini jumlahnya lebih 400. Pedagang sudah betah berdagang di sana. Memindah mereka perlu pertimbangan yang sangat matang. Seandainya dulu saat pedagang masih sedikit, Pemko peduli untuk menata, mungkin tidak sulit seperti sekarang.
Sepertinya memang sepele, tapi efeknya cukup besar jika skala peristiwanya besar. Peduli, memedulikan, kepedulian. Coba anda lakukan, toh tak ada ruginya.
Saya ingin tahu arti dari kata peduli. Ternyata ada tiga arti, yakni mengindahkan; memperhatikan; menghiraukan. Kata peduli jika ditambah imbuhan maknanya tak terlalu jauh dari kata dasar peduli.
Bukan tanpa sebab saya mau tahu artinya. Suatu hari saya berkunjung ke kantor teman. Kantornya tidak terlalu besar. Di dalam ruang ada beberapa orang bekerja di balik layar komputer.
Kebetulan teman saya masih ada urusan di bagian lain. Sembari menunggu saya duduk di ruang tamu. Tiba-tiba terdengar dering telepon. Suaranya nyaring membelah kesunyian. Tapi tak satu pun dari orang-orang di ruang kerja itu yang mengangkat telepon. Mereka asyik dengan aktivitasnya sendiri Bunyi telepon terus berulang sampi akhirnya mati sendiri.
Saya pun heran, kenapa tak ada yang peduli untuk mengangkat telepon. Padahal, mungkin saja telepon itu dari klien potensial. Mungkin pula dari bos yang ingin tahu perkembangan pekerjaan. Bisa pula telepon dari salah seorang keluarga yang ingin menyampaikan kabar duka. Begitu banyak kemungkinan. Who's know?
Mungkin, peduli, kepedulian, memedulikan sudah dianggap angin lalu. Masuk telinga kiri keluar telinga kanan. Just ordinary thing, hanya sesuatu yang lumrah.
Bahaya! Ini sangat berbahaya. Suasana di dalam sebuah kantor itu hanya contoh kecil. Ibarat penyakit kanker mungkin masih stadium I. Bagaimana jika berlanjut jadi semacam kanker stadium IV, akut, parah, tinggal menunggu semaput.
Contohnya sangat banyak, bisa kita saksikan sehari-hari. Tengok saja tempat pembuangan sampah sementara (TPS) di bebeberapa sudut jalan. Sampah diangkut sekitar pukul 07.00 Wita. Tunggu saja beberapa jam, TPS sudah terisi sampah dalam jumlah lumayan. Padahal jelas sekali Pemko Banjarmasin punya aturan melarang warga membuang sampah siang hari. Tapi, siapa yang peduli? tidak ada.
Atau lihat kondisi Pasar Tungging di Jalan Belitung. Dulu hanya beberapa pedagang. Kini jumlahnya lebih 400. Pedagang sudah betah berdagang di sana. Memindah mereka perlu pertimbangan yang sangat matang. Seandainya dulu saat pedagang masih sedikit, Pemko peduli untuk menata, mungkin tidak sulit seperti sekarang.
Sepertinya memang sepele, tapi efeknya cukup besar jika skala peristiwanya besar. Peduli, memedulikan, kepedulian. Coba anda lakukan, toh tak ada ruginya.