DUNIA penerbangan di Indonesia seakan tak pernah berhenti dari terpaan masalah. Hampir setiap bulan selalu saja ada berita tentang maskapai penerbangan. Mulai dari pesawat yang tergelincir atau mengalami kerusakan mesin.
Selasa (18/3) pesawat Batavia Air yang lepas landas dari Bandara Supadio Balikpapan, Kaltim harus berputar-putar dulu di udara selama satu jam karena ban tidak bisa keluar. Penumpang tentu saja sempat dibuat panik.
Parahnya, ketika pesawat pengganti hendak mendarat Rabu (19/3) pagi kembali mengalami kerusakan. Kali ini pada bagian kaca depannya pecah. Alhasil, kembali penumpangnya dibuat panik. Sementara calon penumpang dari Banjarmasin terpaksa harus ganti pesawat.
Sial yang dialami maskapai Batavia Air memang tak separah nasib PT Adam Sky Connection Airlines. Departemen Perhubungan, Selasa (18/3) resmi mencabut izin Operational Specification atau izin terbang seluruh armada milik maskapai penerbangan itu.
Alasan pencabutan izin terbang karena manajemen Adam Air melakukan tiga kesalahan fatal yang tidak mematuhi aturan penerbangan baik nasional maupun internasional.
Kesalahan pertama, kegiatan penerbangan tidak dijalankan sesuai company operation manual, kedua, pelatihan sumber daya manusia (SDM) tidak sesuai company training manual, ketiga, pelaksanaan perawatan pesawat tidak dijalankan sesuai company maintenance manual.
Euforia dunia penerbangan Indonesia membuat maskapai penerbangan domestik tumbuh bak jamur di musim hujan. Tahun 2007,
ada 30 maskapai penerbangan Indonesia berdasar Aircraft Operator Certificate (AOC) di bawah Civil Aviation Safety Regulation (CASR) 121 (pesawat lebih dari 30 tempat duduk penumpang atau kargo berjadwal). Itu belum termasuk 34 maskapai dengan klasifikasi CASR 135 (pesawat berpenumpang kurang dari 20 orang atau borongan).
Persaingan ketat antar maskapai seringkali menimbulkan persaingan yang tidak sehat. Perang tarif pun tak terhindarkan. Maskapai berlomba-lomba menawarkan tarif murah, sayangnya keselamatan penerbangan jadi terabaikan.
Pemerintah harus segera mengambil sikap. Jumlah maskapai penerbangan harus dibatasi sampai jumlah yang rasional. Persyaratan-persyaratan yang ketat mengacu pada standar internasional (ICAO) harus benar-benar diterapkan. Terutama standar teknis penerbangan dan tentunya tidak ketinggalan penerapan standar keamanan yang tinggi.
Demikian pula bagi maskapai yang sudah beroperasi. Kelaikan pesawat (air worthiness) harus benar-benar diawasi. Apalagi umur rata-rata pesawat komersil di Indonesia di atas belasan tahun.
Bagi yang melanggar, pemerintah tidak boleh sungkan memberi sanksi yang berat. Pencabutan izin usaha atau sanksi pidana maupun perdata bisa jadi shock therapy bagi maskapai lain untuk tidak berbuat sama.
Langkang pemerintah yang mencabut izin terbang maskapai penerbangan Adam Air bisa dijadikan patokan untuk mengambil tindakan tegas serupa, jika ada maskapai yang melakukan kesalahan berat.
Pengawasan pada kelaikan dan kalayakan pesawat harus dilakukan secara rutin dan terus-menerus. Jangan hanya sibuk kalu sudah terjadi kecelakaan. Hukum juga harus ditegakkan bagi pejabat yang lalai melaksanakan tanggungjawabnya agar tercipta disipilin dan mau berbuat lebih baik.
Evaluasi penerbangan tanah air harus dilakukan menyeluruh. Termasuk sarana dan prasarana penerbangan harus lebih diperhatikan, seperti fasilitas bandara, traffic control atau traffic service. Tidak ketinggalan pengmebangan sumber daya manusianya.
Sehingga, di negeri sendiri maskapai penerbangan mendapat kepercayaan masyarakat Indonesia dan di luar negeri tidak dilecehkan karena seringnya pesawat-pesawat milik maskapai penerbangan kita mengalami kecelakaan.
Rabu, 26 Maret 2008
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar