Kamis, 04 September 2008

2 Palui Raja Pandusta

Rating:★★★★
Category:Books
Genre: Other
Author:Banjarmasin Post
UNTUNG ‘petugas haji’ itu tak salah paham. Kalau salah, nama Palui sudah berubah menjadi Paloei. Jika itu terjadi, jelas susah mengejanya. Apalagi bagi pendatang di tanah Banjar ini.

Image"Nama?" tanya petugas ketika pendaftaran haji.

"Palui pakai u lama," jawab Palui.

Petugas kemudian menulisnya menjadi Palui Ulama. Padahal maksud Palui adalah huruf u-nya menggunakan ejaan lama (oe) sehingga menjadi Paloei.

Cerita menggelitik nan lucu itu terdapat pada salah satu kisah si Palui berjudul Ulama. Kisah ini termasuk satu dari 37 judul cerita yang dikemas menjadi buku kumpulan kisah Si Palui berjudul Raja Pandusta.

Kumpulan kisah si Palui ini diterbitkan Banjarmasin Post Group untuk memperingati HUT ke-37.

Pada koran tersebar dan terbesar di Kalimantan ini, si Palui berlabuh sejak 1972. Terbit nonstop kecuali saat BPost libur.

Ini memang bukan buku kumpulan kisah Si Palui yang pertama. Namun, tak mengurangi kelucuan dan makna yang terkandung dari kisah-kisah yang digali dari peristiwa-peristiwa yang terjadi di masyarakat.

Ada 37 judul dalam buku yang dikemas mungil dan cantik ini. Mengapa? Disesuaikan dengan usia ‘induknya’, BPost yang berulang tahun tiap 2 Agustus.

Kekuatan lain buku ini adalah kisah-kisahnya terjadi pada era 1970-an, tahun-tahun awal terbitnya BPost. Jadi, canda-canda yang ada terasa orisinal. Inilah Palui yang asli.

Coba saja baca kisah Tungkut. Setting kisahnya adalah kejadian di kawasan Jembatan Dewi yang dipenuhi banyak batang (dermaga kecil yang dilengkapi WC), tempat warga melakukan aktivitas cuci, mandi dan buang air. Suasana ini sudah tidak kita dapati lagi sekarang.

Pada cerita ini, si Palui menjadi orang yang sudah lama kena penyakit tungkut alias tidak bisa berjalan lantaran sakit pada persedian kaki. Dia ‘berkolaborasi’ dengan sahabatnya Tuhalus yang picak alias buta.

Alhasil, berkat kerja sama yang baik, si lumpuh dan si buta dapat juga jalan-jalan. Palui sebagai penunjuk jalan digendong si Tuhalus. Ketika sampai di Jembatan Dewi, Palui menyuruh Tuhalus berhenti dengan alasan istirahat.

Padahal itu hanya akalan Palui untuk menikmati pemandangan aktivitas di batang, yang antara lain banyak terdapat perempuan telanjang setengah dada. Soal pemandangan itu si Palui berbohong pada Tuhalus. Namun, si picak rupanya mempunyai indera keenam untuk membaca dusta-nya Palui.

Bagaimana caranya? Penasaran? Dapatkan bukunya di toko buku Gramedia di Jalan Veteran atau Duta Mall, Banjarmasin. Pembaca dijamin terhibur. (banjarmasinpost.co.id)

2 komentar:

atit radia mengatakan...

Bisa gak kalo pesen ke anda...

royan naimi mengatakan...

wah maaf, pesen aja lewat gramedia..

My Blog List

 

Coretan Royan Naimi Copyright © 2011 - |- Template created by O Pregador - |- Powered by Blogger Templates