KITA pernah merasakan susahnya mendapatkan bahan bakar minyak (BBM). Antrean panjang kendaraan bermotor di setiap stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU) jadi pemandangan lumrah bagi warga Kalsel, khususnya warga Banjarmasin.
Sementara harga premium di eceran melambung sampai di luar batas kewajaran. Pemandangan itu dalam seminggu terakhir mulai hilang. Antrean kendaraan di SPBU-SPBU jauh berkurang. Tapi tidak hilang sama sekali karena antrean kendaraan untuk mendapatkan solar masih terjadi.
Normalnya penyaluran bahan bakar minyak (BBM) khususnya premium setelah adanya instruksi dari Pertamina Pusat dan BP Migas. Direktur Niaga PT Pertamina, Faisal mengirim surat kepada Pertamina wilayah agar menambah pasokan di Kalselteng.
Untuk sementara Kalsel dan Kalteng terhindar dari krisis BBM. Tapi sampai berapa lama ini bisa bertahan? Timbul kekhawatiran tambahan pasokan BBM dari Pertamina hanya sementara atau jatah dari daerah lain dialihakan ke Kalselteng.
Pola distribusi seperti itu tentu saja sangat rentan dihantam krisis. Hanya mengalihkan jatah BBM suatu wilayah ke wilayah lain yang sangat memerlukan. Sementara tidak ada penambahan kuota dengan jelas. Artinya BBM yang dibagikan sebenarnya volumenya tetap.
Cara seperti ini tentu tidak bisa menyelesaikan masalah. Tapi mengalihkan masalah krisis BBM suatu wilayah ke wilayah lain. Padahal setiap wilayah punya karakteristik yang berbeda.
Kondisi Kalimantan Selatan dan Kalimantan Tengah tidak bisa disamakan dengan kota-kota di Pulau jawa dan Sumatera. Kebutuhan BBmnya tentu juga berbeda.
Khususnya Kalimantan Selatan, booming usaha penambangan
batu bara berimbas pada kebutuhan BBM untuk kepentingan alat transportasi.
Fakta di lapangan, armada batu bara dan perkebunan yang termasuk alat transportasi untuk industri membeli BBM di SPBU bersubsidi. Besarnya disparitas harga BBM industri dengan bersubidi
membuat pengemudi angkutan untuk industri memilih mengisi bahan bakar di SPBU bersubsidi.
Pertamina Wilayah Kalselteng berupaya memecahkan masalah ini dengan menetapkan sembilan SPBU khusus untuk melayani industri. Tpi upaya ini belum benar-benar bisa memecahkan masalah BBM di Banua.
Harus ada kebijakan khusus agar Kalsel keluar dari krisis BBM yang berkepanjangan. Selasa (29/7) ada pertemuan antara Pertamina, Pemprov, Kejaksaan, Polda dan Hiswana Migas di ruang Sekda Pemprov Kalsel.
Pertemuan tersebut membicarakan apakah kontrak pengusaha angkutan dengan pengusaha batu bara sudah memperhitungkan BBM dengan harga non keekonomian. Para pengusaha angkutan harus memperhitungkan itu karena mereka harus mulai membeli BBM dengan harga khusus industri.
Gubernur Kalsel Rudy Ariffin sebelumnya pernah mengatakan perlu meminta keterangan dari para pengusaha sebelum memutuskan kebijakan apa yang paling tepat untuk mengatasi krisis.
Sebenarnya ancaman krisis energi sudah lama kita rasakan. Tetapi kita terlena tanpa mau memikirkan cara menangkalnya. Contoh sederhana adalah tingginya angka pertumbuhan jumlah mobil dan sepeda motor yang tiap tahun meningkat tajam. Peningkatan jumlah alat transportasi tentu juga meningkatkan kebutuhan BBM.
Jika tidak ada kebijakan terkait pendistribusian BBM, bisa dipastikan Kalsel selalu kekurangan bahan bakar minyak. Krisis BBM di Kalsel masih jauh dari kata berakhir.
Kamis, 04 September 2008
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar