Senin, 27 Oktober 2008

2 Balada Kuli Disket

Pipi duan kelihatan membiru. Sementara bibir Khairil terluka. Duan dan Khairil adalah dua rekan saya yang dikeroyok dua orang saat bertugas di Kandangan, Hulu Sungai Selatan.  Keduanya masih bisa tertawa dan bercanda ketika ngobrol dengan teman-teman di kantor. Tapi saya yakin, perasaan trauma dan syok pasti ada.
    Saya bisa membayangkan betapa paniknya mereka ketika diserang. Maklum dua rekan saya ini tubuhnya kecil. Si Khairil dan Duan tongkrongannya seperti anak mahasiswa.Wajar kalau pelaku mengira merekal sebagai mahasiwa yang baru usai menggelar unjuk rasa. Tapi sangat disayangkan, ketika mereka memperkenalkan diri sebagai wartawan, tetap digebuki juga, ini sudah tidak wajar.
    Seperti diberitakan Banjarmasin Post dan Metro Banjar,  Khairil Rahim dan Ahmad Riduan dikeroyok dua orang ketika hendak meliput demo mahasiswa Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) Darul Ulum Kandangan, di kediaman Yayasan STAI Darul Ulum, H Asnawi Syihabubbin di Desa Gambah Dalam, Kecamatan Kandangan, HSS, Sabtu (25/10).
    Dua pelaku, salah satunya anak kandung ketua Yayasan STAI Darul Ulum Kandangan, HM Habiburrahman dan Miftah. Mengenai motif penganiayaan, mereka mengaku tidak senang ada wartawan yang meliput demo yang dilakukan mahasiswa STAI terhadap ketua yayasan.
    Seorang teman yang mengkaji ilmu sufi pernah memberi nasihat pada saya tentang pekerjaan wartawan. Menurut dia pekerjaan ini bagai dua sis mata pedang, sama-sama tajam. "Sebelah kakimu ada di neraka, sebelah kakimu ada di surga. Tinggal kamu yang memilih jalan ke mana," ucap teman itu.
    Pekerjaan sebagai jurnalis memang berisiko. Banyak cerita sedih tentang wartawan yang dianiaya pada saat meliput. Tapi inilah pekerjaan kami. Inilah jalan hidup yang kami pilih. Jadi wartawan tidak bisa membuat kami bergelimang materi. Kalau ada yang demikian itu adalah oknum saja.
    Wartawan kaya akan pengetahuan. Kami selangkah lebih tahu tentang suatu hal dibanding masayrakat umum. Seorang jurnalis adalah ujung tombak informasi yang bisa memberi pencerahan bagi masyarakat. Tidak sepatutnya wartawan yang berdiri di garis terdepan mencarikan informasi pada masyarakat dapat perlakuan tidak menyenangkan. Semua orang berhak atas informasi. Tiada yang boleh menghalangi tugas wartawan demi keadilan, kebenaran dan demokrasi. 

2 komentar:

Dortje Schmidt mengatakan...

Bukan cuma ke wartawan boleh maen gebuk aja...,sepertinya Ind makin brutal aja...semua diselesaiin dengan kekerasan....,jaman kegini kok masih ada yang maen gampar2an yah....wallaaaahhh....

royan naimi mengatakan...

iya mbak...zaman gini kekerasan masih digunakan untuk menyelesaikan persoalan..kapan Indonesia bisa maju

My Blog List

 

Coretan Royan Naimi Copyright © 2011 - |- Template created by O Pregador - |- Powered by Blogger Templates