Rabu, 11 Mei 2011

2 Lihat Dulu Realitanya

    TIGA jam bukan waktu yang sebentar. Banyak hal bisa dilakukan dalam kurun waktu itu. Tapi akan sangat membosankan ketika harus menunggu. Apalagi jika yang ditunggu adalah keberangkatan pesawat.
    Demikian yang dialami ratusan calon penumpang beberapa maskapai penerbangan, Kamis (21/4) sore. Beberapa pesawat tidak bisa mendarat maupun take off karena landasan pacu Bandara Syamsudin Noor rusak. Perlu waktu minimal tiga jam bagi pihak PT Angkasa Pura Bandara Syamsudin Noor untuk memperbaikinya.
    Pihak PT Angkasa Pura Bandara Syamsudin Noor beralasan terjadi kerusakan di titik 1.600 meter dari awal runway 10 karena usia landasan sudah tua. Akibatnya ada bagian dari landasan yang ambles hingga 7 sentimeter.
    Landasan pacu Bandara Syamsudin Noor kerap mengalami kerusakan. Pada 24 Maret 2011, landasan pacu Bandara Syamsudin Noor juga mengalami kerusakan. Panjang landasan yang seharusnya 2.500 meter berkurang sekitar 300 meter karena aspal mengelupas. Meski penerbangan tidak terganggu, namun saat itu para calon penumpang cemas. Pun dengan pilot, harus ekstra hati-hati.
    Lucunya, bagian yang rusak itu pernah mengelupas pula pada 2004. Kepala Bidang Lalu lintas Angkutan Udara Dinas Perhubungan Kalsel Ismail Iskandar mengatakan, seharusnya tiap lima sampai enam tahun landasan diperbaiki atau dipoles.
    Lantas, kenapa tidak dilakukan? Mungkin jika pemeliharaan rutin dilakukan, kerusakan bisa diminimalisasi. Biaya perbaikan pun tidak besar. Bayangkan saja, untuk memperbaiki aspal yang terkelupas pada Maret lalu, PT Angkasa Pura harus mengeluarkan uang Rp 20 miliar. Belum diperoleh informasi berapa biaya perbaikan kerusakan di titik 1.600 meter.
    Melihat kondisi landasan pacu demikian, rasa pesimistis muncul ketika ada informasi bahwa Bandara Syamsudin Noor bakal dikembangkan menjadi berstatus internasional. Selama ini bandara yang berlokasi di Banjarbaru ini status internasionalnya hanya insidentil, yakni ketika musim haji.
    Semangat menjadikan Bandara Syamsudin Noor berstatus internasional adalah untuk mengakomodir jemaah umrah dan haji Banua yang tiap tahun terus meningkat. Bahkan untuk jemaah umrah saja mencapai 21 ribu orang tiap tahun.
    Di antara persyaratan fisik sebuah bandara berstatus internasional adalah minimal memiliki landasan pacu sepanjang 2.500 meter dan ada kantor imigrasi untuk pemeriksaan paspor, visa serta dokumen lainnya.
    Jika dalam waktu dekat Bandara Syamsudin Noor tidak bisa memenuhi itu, jemaah harus transit di bandara-bandara yang sudah berstatus internasional seperti Bandara Polonia di Medan atau Sepinggan, Balikpapan.
    Mampukan pemerintah daerah dan PT Angkasa Pura mewujudkannya dalam waktu dekat? Kalau melihat pengelolaan bandara seperti sekarang, sepertinya sulit terwujud. Belum bersatus internasional saja landasan pacu masih sering rusak, apalagi jika bersatus internasional. Pesawat berbadan besar bakal sering 'menghantam' landasan pacu.
    Belum lagi fasilitas penunjang macam taxi way (jalan penghubung antara landasan pacu dengan apron), kapasitas apron, hanggar, terminal penumpang dan lainnya harus standar internasional. Butuh dana yang tidak sedikit. Perbaikan Maret lalu saja menelan biaya Rp 20 miliar apalagi untuk melengkapi fasilitas itu berstandar internasional.
    Bukan untuk melemahkan semangat memberi kenyamanan bagi jemaah umrah dan haji. Bukan pula ingin melemahkan semangat meningkatkan pelayanan pada penumpang pesawat asal Kalsel. Tapi, lihat dulu realitanya, baru melakukan perencanaan. Jangan sampai rencana kurang matang, kemudian semangat yang 'luhur' itu putus di tengah jalan lantaran pengelolaan bandara amburadul. *

2 komentar:

Tergaptek Dot Com mengatakan...

WAh... belum pernah ke Bandara punk nah lagi , he

royan naimi mengatakan...

hehe2.. sudah bagus..

My Blog List

 

Coretan Royan Naimi Copyright © 2011 - |- Template created by O Pregador - |- Powered by Blogger Templates