SEBAGIAN besar orang mungkin mengetahui apa itu bonsai, yakni seni menanam pohon tertentu yang dikerdilkan di dalam pot kecil. Orang-orang pun mengira seni menanam pohon ini berasal dari Jepang karena orang-orang dari negeri Matahari terbit ini yang mengenalkannya.
Tapi, pasti tak banyak yang tahu bahwa bonsai bukan 'produk' asli asli dari Jepang. Beberapa literatur sejarah menyebutkan praktik menanam bonsai telah terlacak lebih dari seribu tahun yang lalu di Cina. Namanya pun bukan bonsai melainkan pun-sai. Mungkin lidah orang Jepang lebih enak menyebutnya bonsai.
Memang, di negeri asalnya sebelum 'migrasi' ke Jepang, bentuk- bentuk bonsai masih sangat kasar. Ketika itu, pohon dibentuk menyerupai bentuk burung atau naga. Saat di Jepang, bonsai berkembang jauh melebihi yang terjadi di Cina. Bonsai dianggap mewakili hubungan spiritual antara manusia dan alam.
Walau bukan produk asli Jepang, namun dikembangkan di negeri Sakura, bonsai jadi sebuah kebanggaan, dapat ditemukan di rumah keluarga kerajaan atau para bangsawan. Bonsai menjadi karya seni ekslusif di Jepang hingga pada 1900 menyebar ke Eropa. Sampai kini bonsai masih tetap menjadi budaya Jepang. Tiap perayaan Tahun Baru Jepang, bonsai dari berbagai jenis senantiasa ditampilkan sebagai salah satu atraksi.
Antara Jepang dan Cina memang memiliki percampuran budaya. Kedua negara saling mempengaruhi. Wajar, karena berada dalam kawasan atau jazirah yang sama yakni Asia Timur. Sama-sama dalam satu rumpun.
Mengutip situs id.wikipedia.org, sejarah Asia Timur, dan juga beberapa bagian Asia Tenggara, banyak dipengaruhi oleh Cina. Seluruh negara-negara Asia Timur menggunakan aksara Tionghoa pada beberapa waktu dalam sejarah mereka. Daerah Cina, Jepang, dan Korea memiliki sistem tulisan yang berhubungan, dan bersama disebut CJK atau CJKV dengan pengecualian Vietnam.
Dulu, pada masa 1990-an populer istilah macan Asia, yakni empat negara kecil di Asia dengan pertumbuhan ekonomi yang mengagumkan, yakni Hong Kong, Taiwan dan Korea Selatan. Ketiganya berada di kawasan Asia Timur. Cuma satu negara Asia Tenggara yang tergolong 'macan' saat itu yakni Singapura.
Kini, kebangkitan ekonomi Cina dan ekspansi budaya Korea (Selatan) ke mancanegara menjadikan kawasan Asia Timur makin mendunia. Apalagi jika ditimpali ulah 'usil' Korea Utara yang menjadi kekuatan ekonomi paling minim di kawasan itu tapi mempunyai kekuatan militer yang patut diperhitungkan.
Perbedaan boleh jadi tetap ada. Konflik antara negara di kawasan itu pun pasti tak bisa dihindari karena masing-masing punya kepentingan. Bahkan konflik antara Cina dan Jepang, memiliki sejarah yang sangat panjang. Tapi, bisnis tetap jalan di antara mereka.
Asia Tenggara perlu belajar dari negara Asia Timur bagaimana mengelola konflik tanpa merugikan. Khususnya Indonesia, lebih baik mengurus diri sendiri ketimbang melayani provokasi Malaysia yang sebenarnya takut akan kebesaran Nusantara ini. Biasanya, orang yang suka memprovokasi dan mengompori sebenarnya hanya iri dan tak punya kekuatan. (*)
Tapi, pasti tak banyak yang tahu bahwa bonsai bukan 'produk' asli asli dari Jepang. Beberapa literatur sejarah menyebutkan praktik menanam bonsai telah terlacak lebih dari seribu tahun yang lalu di Cina. Namanya pun bukan bonsai melainkan pun-sai. Mungkin lidah orang Jepang lebih enak menyebutnya bonsai.
Memang, di negeri asalnya sebelum 'migrasi' ke Jepang, bentuk- bentuk bonsai masih sangat kasar. Ketika itu, pohon dibentuk menyerupai bentuk burung atau naga. Saat di Jepang, bonsai berkembang jauh melebihi yang terjadi di Cina. Bonsai dianggap mewakili hubungan spiritual antara manusia dan alam.
Walau bukan produk asli Jepang, namun dikembangkan di negeri Sakura, bonsai jadi sebuah kebanggaan, dapat ditemukan di rumah keluarga kerajaan atau para bangsawan. Bonsai menjadi karya seni ekslusif di Jepang hingga pada 1900 menyebar ke Eropa. Sampai kini bonsai masih tetap menjadi budaya Jepang. Tiap perayaan Tahun Baru Jepang, bonsai dari berbagai jenis senantiasa ditampilkan sebagai salah satu atraksi.
Antara Jepang dan Cina memang memiliki percampuran budaya. Kedua negara saling mempengaruhi. Wajar, karena berada dalam kawasan atau jazirah yang sama yakni Asia Timur. Sama-sama dalam satu rumpun.
Mengutip situs id.wikipedia.org, sejarah Asia Timur, dan juga beberapa bagian Asia Tenggara, banyak dipengaruhi oleh Cina. Seluruh negara-negara Asia Timur menggunakan aksara Tionghoa pada beberapa waktu dalam sejarah mereka. Daerah Cina, Jepang, dan Korea memiliki sistem tulisan yang berhubungan, dan bersama disebut CJK atau CJKV dengan pengecualian Vietnam.
Dulu, pada masa 1990-an populer istilah macan Asia, yakni empat negara kecil di Asia dengan pertumbuhan ekonomi yang mengagumkan, yakni Hong Kong, Taiwan dan Korea Selatan. Ketiganya berada di kawasan Asia Timur. Cuma satu negara Asia Tenggara yang tergolong 'macan' saat itu yakni Singapura.
Kini, kebangkitan ekonomi Cina dan ekspansi budaya Korea (Selatan) ke mancanegara menjadikan kawasan Asia Timur makin mendunia. Apalagi jika ditimpali ulah 'usil' Korea Utara yang menjadi kekuatan ekonomi paling minim di kawasan itu tapi mempunyai kekuatan militer yang patut diperhitungkan.
Perbedaan boleh jadi tetap ada. Konflik antara negara di kawasan itu pun pasti tak bisa dihindari karena masing-masing punya kepentingan. Bahkan konflik antara Cina dan Jepang, memiliki sejarah yang sangat panjang. Tapi, bisnis tetap jalan di antara mereka.
Asia Tenggara perlu belajar dari negara Asia Timur bagaimana mengelola konflik tanpa merugikan. Khususnya Indonesia, lebih baik mengurus diri sendiri ketimbang melayani provokasi Malaysia yang sebenarnya takut akan kebesaran Nusantara ini. Biasanya, orang yang suka memprovokasi dan mengompori sebenarnya hanya iri dan tak punya kekuatan. (*)