ENTAH kapan arisan itu bermula. Saya belum pernah membaca referensi mengenai sejarah aktivitas unik ini. Bahkan, Mbah Google pun tak menyimpan arsip mengenai masa lalunya. Boleh jadi, arisan hanya ada di Indonesia sementara di mancanegara.
Tapi, tetap saja seakan masa lalu arisan, siapa penemunya maupun perkembangannya tiada data sama sekali. Kalau pengertian arisan ada beragam. Bahkan, pengertian cenderung berkembang tergantung aktivitas yang melatarbelakangi dibentuknya arisan atau yang mengiringi.
Secara umum menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) arisan adalah kegiatan pengumpulan dana yang ditarik dengan cara diundi atau bergiliran. Perkiraan saya arisan asli produk Indonesia alias made in Indonesia dan made by Indonesian. Alasannya sangat simpel, dalam kamus bahasa Arab belum ada padanan kata arisan. Begitu pula di kamus bahasa Inggris.
Tak pernah ada riwayat menyebut aktivitas arisan di negara lain. Bahkan sejak zaman nabi-nabi. Tapi, kalau ditinjau dari sisi muamalahnya, tentu ada kesamaan dengan aktivitas di zaman baheula, yakni sebagai ajang silaturahmi.
Aktivitas yang identik dengan kaum hawa ini membuatnya sangat dekat dengan rumah dan makanan. Walaupun belakangan, lokasi arisan bisa saja 'migrasi' ke mall dan cafe. Seingat saya dulu sewaktu masih SD, arisan di kompleks tempat tinggal kami melibatkan seluruh anggota keluarga.
Misal, bulan ini giliran keluarga A jadi tuan rumah. Maka keluarga lainnya di kompleks, ramai-ramai pada hari yang ditentukan mendatangi rumah A. Ketika ibu-ibu berkumpul sembari mengocok nama yang bakal dapat uang arisan, sekaligus jadi tuan rumah pertemuan berikutnya, para bapak juga berkumpul sembari ngobrol ngalor ngidul.
Adapun bagi anak-anak, arisan merupakan ajang untuk bermain sambil makan makanan yang enak-enak. Samar-samar tersisa ingatan di benak saya bahwa arisan itu menyenangkan. Satu kompleks sangat akrab. Hakekat arisan sebagai ajang silaturahmi benar-benar tercipta.jauh dari sifat individualistis. Tumbuh sifat-sifat sosial karena tercipta interaksi dengan tetangga sehingga menimbulkan kepekaan sosial.
Sekarang arisan berkembang pesat. Sayang mulai meninggalkan hakekatnya serta nilai-nilai sosialnya. Kegiatan yang beroperasi di luar ekonomi formal ini malah mengedepankan nilai-nilai materialistis dan individualistis. Arisan sudah jarang digelar dari rumah ke rumah. Kadang, siapa yang beruntung namanya keluar dari kocokan pun tak datang. Arisan juga jadi ajang pamer kekayaan.
Lantas, muncul pula arisan berantai yang menggunakan istilah investasi lalu berkembang menggunakan sarana internet. Padahal, arisan macam ini hanya penipuan gaya baru karena keuntungan didapat oleh orang pertama.
Ada pula arisan tembak yang mengedepankan bisnis dan keuntungan ketimbang silaturahminya. Paling parah adalah arisan berondong. Konon, pelakunya adalah para ibu-ibu yang 'menggilir' pria muda berwajah tampan. Paling baru tentu saja arisan seks yang dilakukan pelajar, seperti dilakoni pelajar SMA di Situbondo, Jawa Timur.
Bagaimana pun perkembangannya, dalam benak saya, arisan adalah makan yang enak-enak. Dalam konteks kalimat tersebut, kata 'makan' dan 'enak-enak' terkait dengan makanan sesungguhnya karena arisan yang saya kenal hakekatnya bersilaturahmi. Bukan materi dan kesenangan duniawi. (*)
Foto: kompas.tv
Tapi, tetap saja seakan masa lalu arisan, siapa penemunya maupun perkembangannya tiada data sama sekali. Kalau pengertian arisan ada beragam. Bahkan, pengertian cenderung berkembang tergantung aktivitas yang melatarbelakangi dibentuknya arisan atau yang mengiringi.
Secara umum menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) arisan adalah kegiatan pengumpulan dana yang ditarik dengan cara diundi atau bergiliran. Perkiraan saya arisan asli produk Indonesia alias made in Indonesia dan made by Indonesian. Alasannya sangat simpel, dalam kamus bahasa Arab belum ada padanan kata arisan. Begitu pula di kamus bahasa Inggris.
Tak pernah ada riwayat menyebut aktivitas arisan di negara lain. Bahkan sejak zaman nabi-nabi. Tapi, kalau ditinjau dari sisi muamalahnya, tentu ada kesamaan dengan aktivitas di zaman baheula, yakni sebagai ajang silaturahmi.
Aktivitas yang identik dengan kaum hawa ini membuatnya sangat dekat dengan rumah dan makanan. Walaupun belakangan, lokasi arisan bisa saja 'migrasi' ke mall dan cafe. Seingat saya dulu sewaktu masih SD, arisan di kompleks tempat tinggal kami melibatkan seluruh anggota keluarga.
Misal, bulan ini giliran keluarga A jadi tuan rumah. Maka keluarga lainnya di kompleks, ramai-ramai pada hari yang ditentukan mendatangi rumah A. Ketika ibu-ibu berkumpul sembari mengocok nama yang bakal dapat uang arisan, sekaligus jadi tuan rumah pertemuan berikutnya, para bapak juga berkumpul sembari ngobrol ngalor ngidul.
Adapun bagi anak-anak, arisan merupakan ajang untuk bermain sambil makan makanan yang enak-enak. Samar-samar tersisa ingatan di benak saya bahwa arisan itu menyenangkan. Satu kompleks sangat akrab. Hakekat arisan sebagai ajang silaturahmi benar-benar tercipta.jauh dari sifat individualistis. Tumbuh sifat-sifat sosial karena tercipta interaksi dengan tetangga sehingga menimbulkan kepekaan sosial.
Sekarang arisan berkembang pesat. Sayang mulai meninggalkan hakekatnya serta nilai-nilai sosialnya. Kegiatan yang beroperasi di luar ekonomi formal ini malah mengedepankan nilai-nilai materialistis dan individualistis. Arisan sudah jarang digelar dari rumah ke rumah. Kadang, siapa yang beruntung namanya keluar dari kocokan pun tak datang. Arisan juga jadi ajang pamer kekayaan.
Lantas, muncul pula arisan berantai yang menggunakan istilah investasi lalu berkembang menggunakan sarana internet. Padahal, arisan macam ini hanya penipuan gaya baru karena keuntungan didapat oleh orang pertama.
Ada pula arisan tembak yang mengedepankan bisnis dan keuntungan ketimbang silaturahminya. Paling parah adalah arisan berondong. Konon, pelakunya adalah para ibu-ibu yang 'menggilir' pria muda berwajah tampan. Paling baru tentu saja arisan seks yang dilakukan pelajar, seperti dilakoni pelajar SMA di Situbondo, Jawa Timur.
Bagaimana pun perkembangannya, dalam benak saya, arisan adalah makan yang enak-enak. Dalam konteks kalimat tersebut, kata 'makan' dan 'enak-enak' terkait dengan makanan sesungguhnya karena arisan yang saya kenal hakekatnya bersilaturahmi. Bukan materi dan kesenangan duniawi. (*)
Foto: kompas.tv
0 komentar:
Posting Komentar