LANGKAH mengejutkan diambil Polda Kalsel dalam menangani kasus dugaan mark up pengembangan Bandara Syamsuddin Noor yang merugikan negara Rp 15,5 miliar. Rencananya, Sabtu (12/1) salah seorang tersangka kasus itu, yakni Ismet Ahmad mendapat penangguhan penahanan.
Padahal, mantan Sekdaprov Kalsel itu telah menghuni sel Mapolda sejak pertengahan Oktober 2007 lalu. Masa penahannya sempat diperpanjang namun baru berakhir 24 November mendatang.
Keputusan Polda memberikan penangguhan penahanan tidak terduga sama sekali. Apalagi hanya selisih dua hari dari ditahannya Kepala Badan Pemberdayaan Masyarakat dan perempuan (BPMP) Kalsel, Helmi Indra Sangun.
Perlakuan yang diberikan Polda terhadap tiga orang yang diduga terlibat mark up pengembangan Bandara Syamsuddin Noor, memang berbeda. Pimpro proyek, Sampurno yang saat ini tengah menjalani masa persidangan langsung ditahan dan tidak mendapat penangguhan penahanan.
Sementara Helmi Indra Sangun baru ditahan hanya beberapa hari terakhir. Padahal, ia sudah menjalani pemeriksaan sejak tahun 2007 lalu. Lain lagi dengan Ismet. Lebih 100 hari di sel Mapolda, tiba-tiba ada rencana Polda memberikan penangguhan penahanan.
Beda perlakuan terhadap tiga orang yang diduga terlibat dalam satu kasus menimbulkan persepsi yang berbeda pula. Polda seperti menjilat ludah sendiri dengan memberikan penangguhan.
Sebelumnya Kabid Humas Polda Kalsel pernah mengatakan, jika penangguhan penahan Ismet dikabulkan akan menimbulkan kesan yang tidak baik bagi masyarakat.
Bahkan, ia beralasan itu sudah jadi komitmen kepolisian dan kejaksaan dalam pemberantasan kasus korupsi.
Menurutnya, penahanan Ismet akan memberi pelajaran dan pengalaman bagi pejabat lain agar tidak sembarangan dalam menggunakan anggaran pemerintah.
Sebenarnya, keputusan ditangguhkan atau tidak seorang tersangka sepenuhnya kewenangan institusi yang menangani baik kepolisian maupun kejaksaan.
Demikian pula menahan seorang tersangka selama proses penyidikan, sebelum berkas kasusnya dilimpahkan untuk proses hukum selanjutnya.
Sayangnya, Polda memberi perlakuan yang berbeda pada Sampurno, Ismet dan Helmi. Padahal, kepolisian dan kejaksaan merupakan istiusi yang bertekad memberantas korupsi tanpa ada 'tebang pilih".
Seharusnya semua diperlakukan sama. Jika memang ingin berlaku adil, Polda bisa langsung menahan semua tersangka yang terlibat kasus dugaan mark up pengembangan bandara. Atau sebaliknya, tidak menahan ketiganya meskipun proses hukum tetap jalan sampai ke pengadilan.
Ketika Ismet mendapat penangguhan penahanan, Helmi tentu bisa mendapatkan pula. Tapi seharusnya Sampurno yang lebih dulu menjalani proses hukum, harusnya lebih dulu mendapat penangguhan penahanan.
Pemberian penangguhan penahanan tentu atas dasar pertimbangan yang matang dan ada jaminan yang kuat, terutama tentang tersangka yang tidak akan melarikan diri.
Terlepas dari pertimbangan apa yang diambil Polda, sangat disayangkan keputusan itu baru diambil sekarang. Seharusnya sejak awal proses hukum kasus ini berjalan, Polda telah benar- benar memikirkan langkah yang tepat. Tentunya agar di mata masyarakat tidak muncul pandangan Polda memberi perlakukan istimewa pada pada seorang tersangka. Sementara pada tersangka lain tanpa toleransi sama sekali.
Minggu, 13 Januari 2008
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar