Minggu, 14 April 2013

0 Musik yang Menyenangkan

    TIAP kali mendengar musik yang menghentak, putra saya yang masih berusia 2 tahun langsung berdiri sambil menggoyangkan badannya. Tak memandang tempat. Ketika alunan nada terdengar di indera dengarnya, tubuhnya langsung bergoyang.
    Kalau ada tempat yang lapang bisa sambil menggerakkan tangan atau memutar badan. Jika di ruang yang sempit, cukup menggerakkan kepala dan menggoyangkan bahu. Bahkan, saat berada terjepit di sadel sepeda motor, di antara kedua orangtuanya, dia masih bisa menggerakkan badannya ketika mendengar sayup-sayup suara musik dangdut.
    Untuk batita seperti dia, selera musiknya sudah seperti orang dewasal. Rata-rata pilihannya pada nada yang ngebit dan cepat. Dia sangat suka Firework-nya Katy Perry. Begitu pula Last Friday Night sang biduan asal Amerika Serikat itu. Dia juga menyenangi tembang Who You Are dinyanyikan Jessy J. Ketika mendengar lagunya dia ikut melafakan money-meny seperti diucap Jessy J.
    Bukan cuma penyanyi mancanegara, penyaki lokal pun dia suka. Paling sering diputarnya sambil bermain game di tablet adalah lagu yang dibawakan Sandhy Sondoro berjudul Biarlah Semua. Saya dan istri sampai merasa bosan karena lagu itu selalu diulang-ulangnya.
    Saya kurang tahu apakah ada korelasi antara kebiasaan kami mendengarkan lagu ketika istri sedang hamil dengan kegemarannya mendengar musik. Sampai-sampai main game di tablet pun anak kami ini tak mau tanpa musik. Pokoknya, apa pun itu bentuknya, jika ada nada dan harmoni disukainya. Termasuk suara azan. 
    Pada dasarnya, antara manusia dan musik hampir tak bisa dipisahkan. Sebab, musik memiliki sejarah yang teramat panjang dalam peradaban manusia. Diperkirakan sudah ada sejak zaman prasejarah, ketika manusia modern Homo Sapiens bermula sekitar 180.000 hingga 100.00 tahun lalu. Fakta tersebut berdasar pada hasil temuan arkeologi.
    Ada istilah musik adalah universal. Maksudnya memang musik membawa energi yang bisa dipahami baik secara sadar atau di bawah sadar oleh manusia dari berbagai macam ras. Musik yang dibawa orang Idonesia bisa disukai dan dinikmati orang Eropa. Begitu pula ketika musisi Amerika Latin membawakan musik bisa disukai orang-orang Asia.
    Sejatinya musik terkait erat dengan indera dengar dan perasaan. Dan, keduanya merupakan bagian dari elemen seni, sarana untuk menikmati maupun meresapi. Tapi uniknya, musik juga bisa dibuat oleh orang-orang yang secara fisik kekurangan.
    Lalu lahirlah para jenius di bidang musik seperti Ludwig van Beethoven, musisi klasik yang memiliki keterbatasan pendengaran tapi mampu menggubah dan mencipta karya-karya fenomenal seperti 9th Symphony yang menjadi acuan wajib musisi klasik.
    Mungkin tak banyak yang tahu, sala satu pentolan grup musik yang kini sedang populer, Black Eyed Peas, Will.I.Am juga mengalami gangguan pendengaran. Tapi hal itu tak mengganggunya malah dianggap sangat berpengaruh sebagai revoluisioner di industri musik dunia. Tangan dinginnya telah memoles Michael Jackson, Rihanna hingga Britney Spears.
    Relasi yang kuat antara manusia dengan musik membawa efek  positif. Disebutkan musik bisa jadi terapi untuk relaksasi. Juga mencerdaskan otak anak, dengan menstimulias melalui musik klasik.
    Memang belum ada bukti empiris yang mengaiktna musik khususnya klaisk dengan peningkatan IQ manusia atau anak. Memainkan musik mungkin hanya bisa dilakukan mereka yang memilik bakat. Mendengarkan musik bisa siapa saja dan sangat menyenangkan. (*)


0 komentar:

My Blog List

 

Coretan Royan Naimi Copyright © 2011 - |- Template created by O Pregador - |- Powered by Blogger Templates