JUMLAHNYA 1.200 orang. Bukan jumlah yang sedikit. Mereka karyawan industri kayu lapis PT Austral Byna. Sejak 31 Januari lalu, kehidupan baru harus mereka tempuh karena PHK massal dari perusahaan.
Industri perkayuan di Kalimantan Selatan sudah mencapai titik nadir kemerosotan. Satu demi satu perusahaan kayu gulung tikar. Satu atau dua perusahaan masih bisa bertahan. Tapi hidupnya kembang kempis. Gaji karyawan molor dibagikan. Imbasnya unjukrasa rutin dalam kurun waktu tertentu.
Era kejayaan emas hijau sudah berganti menjadi masa eksploitasi emas hitam (batu bara). Pada masa jayanya, industri perkayuan membantu Banjarmasin berkembang meskipun kebanyakan konsesi Hak Pengusahaan Hutan (HPH) ada di Kalimantan Tengah.
Demikian pula batu bara. Banjarmasin hanya perlintasan. Hanya dermaga Pelabuhan Khusus (Pelsus) berikut stockpile sebagai tempat persinggahan sementara sebelum dikapalkan.
Bisa dibayangkan, nasib ribuan orang yang hidup dari penambangan batu bara jika suatu saat deposit habis. Ribuan orang kehilangan pekerjaan.
Anggap saja masing-masing pekerja memiliki dua orang anak dan seorang istri. Puluhan ribu orang akan merasakan dampak dari pemutusan hubungan kerja. Pola-pola seperti itu tampak berulang. Warga Banjarmasin harus selalu siap menghadapi setiap perubahan, jangan tergantung pada satu sektor tertentu. Misalkan suatu saat ibukota Banjarmasin dipindah ke Banjarbaru, kita juga harus siap.
Misalkan Pelabuhan Trisakti dipindah ke Tanah Laut atau Kotabaru karen alur Barito sering membuat kapal kandas,, Banjarmasin juga harus siap donk. Perubahan setiap saat bisa terjadi.
Senin, 04 Februari 2008
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar