KEPOLISIAN Daerah Kalimantan Selatan bekerjasama dengan Mabes Polri mengungkap upaya penyelundupan 22.960 butir butir pil ekstasi, Senin (28/1). Jumlah barang bukti narkoba itu merupakan yang terbesar yang bisa diungkap kepolisian di Banjarmasin.
Bisa dibayangkan, jika pil ekstasi sebanyak itu sukses terkirim sampai ke bandar pemesannya. Kemudian dipasarkan kepada pemakai. Kepolisian telah menyelamatkan ribuan orang dari mengkonsumsi pil yang mengandung zat psikotropika golongan I itu.
Upaya penyelundupan itu semakin membuktikan, Kalimantan Selatan khususnya Banjarmasin merupakan mata rantai perdagangan narkoba antarprovinsi.
Narkoba dan zat adiktif lainnya memang sangat mudah didapatkan di Banjarmasin. Hampir setiap hari kepolisian di kota ini menangkap pengedar atau pemakainya.
Narkoba sudah menyentuh segala lapisan masyarakat di daerah ini. Tidak hanya orang-orang berduit, masyarakat golongan bawah seperti tukang becak, pengojek bahkan ibu rumah tangga berekcimpung dalam perdagangan narkoba.
Fakta itu membuat kita miris. Pasalnya Banjarmasin dikenal sebagai kota yang agamis. Setiap pendatang yang baru menginjakkan kaki ke kota yang berjulukan seribu sungai ini pasti kagum dengan banyaknya tempat ibadah. Kenyataan itu berbanding terbalik dengan mudahnya peredaran narkoba di kota ini.
Tak bisa dipungkiri faktor geografis menyebabkan Banjarmasin menjadikannya sangat terbuka dengan berbagai ekses. Dibanding kotakota lain di Kalimantan, Banjarmasin adalah kota paling dekat dengan Pulau Jawa. Sehingga, bukan hanya tren positif yang masuk, imbas negatif pun ikut mewarnai kota ini.
Sukses kepolisian mengungkap penyulundupan puluhan ribu pil ekstasi ke Banjarmasin patut dapat acungan jempol. Aparat berseragam coklat-coklat ini telah menunjukkan perannya sebagai
salah satu pilar dalam trilogi langkah penanggulangan narkoba.
Meski tidak bisa maksimal sampai meringkus bandar pemesannya, polisi telah memainkan peran sebagai supply reduction (mengurangi penawaran).
Tapi polisi tidak bisa bekerja sendirian. Polisi perlu dukungan banyak pihak karena kejahatan narkoba adalah tindak kriminal teroganisir dan memiliki jaringan yang kuat.
Kepala Bidang Humas Polda Kalsel dalam suatu kesempatan berbicara dengan media pernah mengungkapkan jajaran kepolisian di daerah ini bekerja sendirian tanpa dukungan elemen-elemen masyarakat.
Keluhan aparat kepolisian di daerah ini melalui Kabid Humas Polda, menunjukkan belum ada kerjasama yang apik dalam menekan peredaran narkoba. Belum terlihat peran pemerintah daerah yang benar-benar nyata dalam membantu memerangi narkoba.
Sementara organisasi seperti Badan Narkotika Provinsi (BNP), Badan Narkotika Kota (BNK) atau Gerakan Anti Narkoba (Granat) sepertinya jalan sendiri-sendiri.
Tidak ada program yang mengkombinasikan antara penindakan yang dilakukan aparat kepolisian dengan tindakan prepentif dari elemen masyarakat lalu didukungan pemerintah daerah.
Sukses Polda Kalsel yang bekerjasama dengan Mabes Polri menggagalkan upaya penyelundupan narkoba merupakan momen yang sangat tepat untuk menjalin kerjasama antara aparat, pemerintah daerah dan organisasi maupun elemen masyarakat.
Pemerintah, BNP dan BNK harus harus mengambil peran lebih besar sebagai demand reduction (pengurangan permintaan), dan harm reduction (pengurangan dampak lanjut).
Banjarmasin memang belum separah Jakarta dalam peredaran narkoba. Tapi jika masyarakat di daerah ini dengan mudah mendapatkan lalu mengkonsumsi narkoba, bisa jadi lima atau sepuluh tahun mendatang, kota yang kita cintai ini menduduki peringkat pertama dalam peredaran narkoba.
Jumat, 01 Februari 2008
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar