Selasa (29/5) Gubernur DKI Jakarta, Sutiyoso yang tengah mengunjungi negara bagian New South Wales, Australia, dikejutkan dengan kedatangan dua anggota polisi federal Australia ke Hotel Shangrila tempatnya menginap.
Masuk tanpa izin menggunakan master key hotel, polisi menggeledah dan meminta Sutiyoso hadir ke pengadilan, sebagai saksi untuk kasus penyerbuan TNI ke markas komunis Balibo, Dili, 16 Oktober 1975. Dalam pertempuran itu, lima orang wartawan asing ikut tewas, termasuk wartawan Australia Brian Peters.
Sutiyoso merupakan mantan anggota pasukan elit Tim Susi dibawah pimpian Yunus Yusfiah. Sampai saat ini, pihak keluarga kelima wartawan Australia itu menganggap, tim Susi adalah pihak yang harus bertanggungjawab.
Kasus Balibo sendiri sudah dianggap selesai oleh pemerintah Australia dan kelima wartawan tersebut dianggap gugur dalam pertempuran. Namun, belakangan muncul bukti baru yang mengait-ngaitkan ada unsur kesengajaan dari TNI dalam insiden di bekas provinsi Indonesia tersebut.
Sutiyoso tentu saja menolak. Bahkan dia mempercepat kunjungannya ke Australia sebagai bentuk protes perlakuan semena-mena polisi fedral Australia terhadap tamu negara yang memiliki kekebalan diplomatik.
Sehari setelah penggerebekan polisi federal Australia terhadap Sutiyoso, Rabu (30/5) giliran marinir bikin sensasi. Empat warga Desa Alastelogo, Kecamatan Lekok, Kabupaten Pasuruan, tewas dan enam orang luka. Semuanya karena letusan peluru tajam milik TNI AL.
Ketegangan antara TNI AL dengan warga gara-gara sengketa lahan yang tidak kunjung selesai, hampir satu dasawarsa. Puncaknya terjadilah peristiwa berdarah tersebut.
Jika dilihat secara menyeluruh, peristiwa yang dialami Sutiyoso di Australia maupun penembakan yang dilakukan Marinir di Pasuruan, semakin memperburuk citra TNI. Terlepas dari cara polisi federal Australia yang menyalahi aturan tentang diplomatik, di mata Australia, image TNI rupanya masih jelek. Artinya, di mata negara lain ada yang salah dengan TNI. Hampir setiap tamu negara yang datang ke Indonesia selalu menanyakan reformasi di tubuh TNI.
Menteri pertahanan, Juwono Sudarsono, dalam suatu kesempatan menerima kunjungan Asisten Menlu AS Christopher Hill mengungkapkan, usaha perbaikan di tubuh TNI sudah dilakukan. Namun, ada beberapa persoalan terkait citra TNI di masa lalu yang belum terselesaikan, terutama yang berhubungan dengan masa-masa terakhir kekuasaan Soeharto yang menurut istilah Juwono sebagai beban warisan. Beban warisan inilah yang harus ditanggung TNI hingga sekarang.