Selasa, 20 November 2007

0 Membangun Citra Positif

        SEKECIL apapun kejelekan yang dilakukan aparat akan terlihat besar di mata masyarakat. Sementara setiap perbuatan baiknya menjadi suatu kebiasaan dan dianggap lumrah.
    Kalimat di atas mungkin bisa menggambarkan posisi seorang aparatur pemerintah. Ketika berbuat salah, sorotan langsung tertuju pada mereka. Insititusi tempatnya bernaung langsung tercoreng. Berbeda dengan seorang sipil yang melakukan kesalahan.
         Polri dan TNI merupakan dua institusi pemerintah yang kerap memunculkan citra negatif di masyarakat. Terlalu banyak jika disebutkan satu demi satu kasus apa saja yang menimbulkan prasangka jelek di mata masyarakat.
        Citra buruk yang terbangun meski mungkin tidak disengaja, selalu berulang dari waktu ke waktu. Baru-baru ini bentrok antar kedua institusi bersenjata tersebut terjadi di Ternate. Sementara di banua, empat oknum Brimobda Polda Kalimantan Selatan melakukan kekerasan dengan menembak dua warga Logpadi, Satui, Tanah Bumbu.
         Memang belum ada penelitian khusus tentang apa yang menyebabkan begitu banyak kekerasan melibatkan aparat di negeri ini. Namun, setidaknya kita bisa membandingkan dengan negara-negara lain yang bisa memposisikan aparat bersenjata sesuai koridornya.
     TNI tugasnya bela negara. Semua yang berkait dengan pertahanan dan keamanan negara (Hankam) adalah wewenangnya. Sementara polisi punya tugas lebih dekat kepada masyarakat. Keamanan dan ketertiban masyarakat (Kambtibmas) jadi jalur pekerjaan aparat berseragam coklat-coklat.
         Garis pembagian tugas ini semakin jelas semenjak Polri secara resmi berpisah dari naungan TNI tahun 1999, diperkuat dengan keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 54 tahun 2001 tentang organisasi dan tata kerja kepolisian negara Repulbik Indonesia.
        Sayang, gugus tugas yang sudah cukup jelas itu seringkali dilanggar. Ada oknum-oknum aparat yang sengaja tidak mematuhi demi kepentingan pribadi, seperti menjadi beking atau kacung pengusaha bahkan tak jarang turut berkecimpung dalam bisnis haram.
        Persoalan kesejahteraan sering ditonjolkan sebagai penyebab TNI dan Polri mencari penghasilan tambahan di luar institusinya. Ini tentu jadi persoalan besar bagi pemerintah dan sampai saat ini belum terpecahkan.
            Sebenarnya masyarakat mengerti, di zaman yang serba sulit seperti sekarang ini, gaji polisi atau tentara tentu sangat pas-pasan atau bahkan bisa dikatakan kurang.
           Masyarakat pun mahfum, jika aparat mencari penghasilan di luar gaji reguler. Tentunya asalkan tidak melanggar aturan-aturan hukum dan institusinya sendiri.
        Tapi persoalan kesejahteraan tidak hanya TNI atau Polri yang merasakannya. Penghasilan seorang buruh pabrik dengan seorang bintara yang sama-sama lulusan SMA tidak bisa disamakan. Padahal, seorang buruh pabrik mungkin juga merasakan masih jauh dari sejahtera.
          Meskipun disebut kesejahteraan TNI dan Polri masih kurang, anehnya tiap tahun pemuda-pemudi negeri ini masih menaruh minat untuk menjadi korps berseragam dan bersenjata tersebut.
         Artinya, walaupun citra aparat bersenjata banyak negatif di masyarakat, namun minat generasi muda untuk berkarya lewat TNI atau Polri masih tinggi. Tidak jadi masalah meskipun kesejahteraan masih dianggap kurang.
       Menjadi anggota TNI dan kepolisian memiliki amanah yang lebih besar dibanding warga sipil. Sudah sepatutnya bagi mereka untuk menjaga amanah itu dan bisa dimulai dengan membangun citra positif di mata masyarakat.
      Masyarakat tidak menuntut banyak dari aparat. Cukup bekerja sesuai tugasnya, itu sudah lebih dari cukup. Mudah-mudahan generasi muda yang ingin berkecimpung di dua institusi itu bisa belajar dari citra buruk yang terbangun selama ini. Jangan sampai malah melestarikannya. *

0 komentar:

My Blog List

 

Coretan Royan Naimi Copyright © 2011 - |- Template created by O Pregador - |- Powered by Blogger Templates