Dinda
Hapus airmatamu dinda
Jangan kau basahi pipimu yang ranum
Hatiku tak tega menyapa kesedihan
Biarkan angin menerbangkan gundahmu
Aku hadir sebagai takdir
Jadikan pelipur dahaga
Buat hatimu tertawa
Ku tak ingin kau terdera
Hapus air matamu dinda
Aku datang untuk cinta
Banjarmasin, 30 Januari 2007
Pkl. 02.04 Wita
Lentera
Temaram bagai kelam
Seruas cahaya bias di kegelapan
Hanya pijar di dalam pekat
Dikejar, tapi tetap bias
Adakah suluh lain di tengah padang kesunyian ini
Atau hanya dia pijar nan samar-samar
Oh..Lentera, biduk ingin berlabuh
Jauh….jauh dari terpaan gelombang
Lepas dari saputan angin
Lelah sudah melayari telaga warna ini
Rindu…rindu sangat matahari
Menerangi sudut-sudut hati yang membeku
Mekarkan bunga-bunga pewangi kalbu
Tapi jelaga masih menempel di lentera
Dan jemari masih sombong untuk membersihkan kaca
Matahari hanya sebatas angan
Pijar dia meredup sesaat kedipan mata
Banjarmasin, 23 November 2006
Pukul 23.48 Wita
Syukur Kuhaturkan
Bunga telah tumbuh
Bersemi di hamparan permadani hijau
Merah, kuning, ungu
Sejuk tenang
Beku menjadi cairan keniscayaan
Harapan menggunung melapisi gundah
Pasti atau tidak ditinggal jauh di belakang
Kapan fana ini dimulai
Jangan tanya akhir jika masih ingin tertawa
Atau kemudian larut dalam kelupaan
Masa selalu berubah setiap detakan nadi
Awal baik ini tak akan sia-sia
Harus diikat dengan rantai setia
Agar tak putus digerus prasangka
Tak lekang ditelan khilaf
Mungkinkah sama dengan lampau
Yakin dengan cocoknya hati
Janji melangkah bersama
Ternyata dipisahkan garis perbedaan
Semua memang masih samar
Jari masih susah meraba
Kepastian masih sebatas keinginan
Syukur tetap kuhaturkan
Banjarmasin, 30 Januari 2007
Pkl. 01:50 Wita
Wajah Dalam Cermin
Hari ini aku berdiri di depan cermin
Wajah berkeriput tersenyum kecut
Tiada senang, sangat dipaksakan
Ringkih penuh beban
Wajah berkeriput itu tergelak
Entah apa yang ada di benaknya
Mungkin bangga akan kerutan di keningnya
Pertanda hidup sudah dikuasainya
Dia masih tergelak
Namun bulir air mengalir dari matanya
Lalu dia tersedu-sedu
Tak nampak lagi senyum
Apa pula yang membuatnya menghiba
Toh dunia sudah di genggaman
Atau keriput yang jadi persoalan
Bukankah itu wajar seiring usia
Seakan tahu dirinya ditanya
Wajah itu mendongak
Romannya berubah angkuh
Tapi bulir air tak bisa berdusta
Ada sepenggal kisah di baliknya
Bukan keriput yang aku tangisi
Wajah dan tubuh ini hanya seonggok tulang dan daging
Dari tanah kembali ke tanah
Aku hanya lupa berkaca
Wajah itu lenyap dari cermin
Banjarmasin, 27 November 2006
Pukul 01.29 Wita
Di Suatu Masa
Di suatu masa ketika manusia tak lagi berbicara
Saat sungai berhenti mengalir ke muara
Muncul raja penghabisan
Memapah tubuh kuyu seorang wanita
Di suatu masa ketika manusia tak lagi bertanya
Bila tanah tak mampu menyembunyikan muka
Sang raja mencucurkan air mata
Menetes di tubuh wanita
Di suatu masa ketika manusia tak lagi berdusta
Waktu langit mulai tak bisa dipercaya
Raja menghiba sebisanya
Tapi wanita tetaplah wanita
Kala pepohonan malas mengembangkan daunnya
Raja bersujud di depan wanita
Semua sia-sia
Banjarmasin, 1 Desember 2006
Pukul 03.05 Wita
0 komentar:
Posting Komentar