Penolakan warga cenderung berubah jadi kontak fisik manakala para sopir bersikeras lewat jalan tersebut. Jalan Yos Sudarso memang jadi jalan alternatif lintasan armada truk batu bara, usai bongkar muat di stockpile di kawasan Banjar Raya.
Warga setempat menolak truk-truk pengangkut emas hitam melewati jalan di kawasan tempat tinggalnya. Penolakan tersebut merupakan rangkaian dari penolakan serupa oleh warga di kawasan Jalan Zafri Zam Zam.
Banyak efek negatif yang membuat warga khawatir apabila Jalan Yos Sudarso jadi perlintasan truk-truk tersebut. Mulai gangguan pernafasan akibat debu batu bara hingga kecelakaan lalu lintas.
Tak bisa dipungkiri, lalu lintas angkutan batu bara jadi masalah yang belum bisa terselesaikan oleh pemerintah daerah.
Jalan Gubernur Soebarjo, Jalan PM Noor dan Banjar Raya yang kerap jadi alur lintasan, selalu memunculkan permasalahan dan sangat rawan dengan konflik.
Tidak hanya buruk bagi masyarakat, fasilitas umum seperti jembatan dan jalan umum yang jadi perlintasan angkutan batu bara umurnya menjadi lebih pendek karena beban angkut melebihi kapasitas.
Beberapa alternatif pemecahan masalah pernah digunakan sebagai usaha pemecahan masalah ini. Namun, tak satupun bisa memuaskan semua pihak.
Pengusaha batu bara, pemerintah provinsi hingga masyarakat yang kawasan tempat tinggalnya dilalui armada truk batu bara, pernah duduk satu meja guna memecahkan permasalahan ini. Tapi, lagi-lagi masalah berulang, penolakan oleh warga.
Sebenarnya, solusi permasalahan ini hanya satu. Truk batu bara dilarang lewat jalan umum. Angkutan batu bara harus lewat di jalan tersendiri yang peruntukannya bukan jalan umum.
Solusi ini yang sampai sekarang tidak bisa diwujudkan. Dalam rapat kerja antara Komisi III Bidang Pembangunan DPRD Kalsel dengan Kepala Dinas Kimpraswil dan Kepala Bapedda, Sabtu (15/9), terungkap fakta, untuk membangun jalan alternatif dibutuhkan dana hampir Rp 700 miliar.
Sementara perencanaan anggaran belanja melalui Rancangan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Kalsel 2008 sebesar Rp 760 miliar.
Artinya, pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan tidak mampu untuk membangun jalan alternatif angkutan batu bara dengan mengandalkan APBD. Pasalnya, masih banyak keperluan lain yang memerlukan pembiayaan dan tentu saja telah dianggarkan.
Padahal, kebutuhan akan jalan alternatif angkutan batu bara sudah sangat mendesak. Dan pemerintah provinsi harus merencanakan itu sejak dini lalu merealisasikan secepatnya.
Upaya Pemprov dengan menggandeng investor bisa membantu pemecahan masalah. Namun, sudah jadi rahasia umum, proyek-proyek pemerintah dengan anggaran besar rawan kolusi dan korupsi.
Jika pengawasannya kurang, proyek pembangunan jalan alternatif bisa jadi lahan korupsi baru. Alih-alih masalah terselesaikan, malah menimbulkan masalah baru.
Semoga saja hal itu tidak terjadi. Berangkat dari niat yang baik mudah-mudahan mendapatkan hasil yang baik pula. Masyarakat benar-benar menunggu realisasi pemecahan masalah lintasan angkutan batu bara ini.
Masalah angkutan batu bara ini ibarat duri dalam daging. Meski dianggap kecil tapi pelik dan menyusahkan. Jika tidak segera ditanggulangi, rentetan efek dan konflik di masyarakat akan selalu muncul dan mengganggu.***
0 komentar:
Posting Komentar