SEBUAH keputusan kontroversial, diambil majelis hakim Pengadilan Negeri Medan, Senin (5/11) dengan membebaskan terdakwa dugaan pembalakan liar Adelin Lis dari segala tuntutan.
Keputusan tersebut tentu sangat mengejutkan semua pihak. Terutama bagi mereka yang terlibat langsung dalam usaha menjerat Adelin Lis seperti Polri maupun aktivis lingkungan
Vonis bebas semakin menarik, manakala mengingat Adelin pernah menghilang selama berbulan-bulan. Wajahnya pun sempat ditayangkan sebagai buronan kelas kakap lewat salah satu acara di televisi swasta.
Ia baru bisa ditangkap aparat Kedubes Indonesia Kamis (7/9) di Beijing, China ketika hendak memproses perpanjangan paspor. Ia juga sempat melarikan diri meski akhirnya kembali ditangkap Jumat (8/9).
Begitu panjang dan berliku perburuan Adelin, sampai-sampai ketika Adelin berhasil ditangkap, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengungkapkan rasa gembira dan menyampaikan penghargaan kepada aparat hukum.
Semua usaha keras yang dilakukan aparat dalam menangkap Adelin buyar ketika hakim memutuskannya bebas. Padahal, Adelin yang diduga merugikan negara triliunan rupiah, dalam persidangan dituntut Tim Jaksa Penutut Umum 10 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar.
Vonis bebas bagi terdakwa dugaan pembalakan liar bukan hanya Adelin yang merasakan. Sudah beberapakali hakim yang menangani kasus pembalakan liar membuat para terdakwanya 'lenggang kangkung'.
Dari catatan Walhi Sumut ada 11 kasus berakhir dengan vonis bebas bagi terdakwa.
Bahkan, dalam kasus Adelin Lis, Walhi mencurigai ada permainan uang dalam putusan bebasnya. Tapi terlepas dari ada atau tidaknya permainan uang, putusan bebas yang diterima Adelin semakin menurunkan wibawa pengadilan umum dalam menangani kasus pembalakan liar.
Mabes Polri jadi pihak yang paling kecewa atas keputusan hakim tersebut. Kerja keras polisi untuk mencarikan bukti, mengejarnya sampai ke China lalu menangkapnya, seakan sia-sia ketika terdakwa divonis bebas.
Untungnya, meski ada rasa kecewa, Kadiv Humas Mabes Polri Irjen Sisno Adiwinoto menegaskan, vonis bebas terhadap Andelin Lis tidak akan melunturkan niat Polri menghabisi para pelaku pembalakan liar.
Komitmen Polri untuk memberantas praktik pembalakan liar akan terus dilaksanakan sampai hutan benar-benar aman dan terjaga dengan baik.
Tapi Polri tidak bisa bertindak sendirian. kejaksaan dan pengadilan harus ikut mengambil peran dalam usaha penegakkan hukum terhadap pelaku pembalakan liar.
Sayangnya, polisi, kejaksaan dan pengadilan masih belum punya komitmen yang sama dalam penegakan hukum terhadap pelaku pembalakan liar. Ketika polisi dengan lantang menyuarakan perang terhadap pembalakan liar, dua institusi lain seperti kejaksaan dan pengadilan kurang mendukung.
Kadangkala masing-masing institusi punya ego sektoral yang sangat tinggi sehingga koordinasi terabaikan. Padahal, tiga institusi tersebut punya peran yang sangat besar dalam menegakkan hukum di Indonesia.
Kiranya perlu ada persamaan visi dalam pemberantasan pembalakan liar. Kejaksaan, kehakiman dan kepolisian perlu duduk satu meja untuk urun rembug, mengesampingkan perbedaan kemudian mengedepankan persamaan.
Jika masih saja terjadi perbedaan visi, usul Walhi agar dibentuk pengadilan Ad Hoc khusus lingkungan hidup bisa dipikirkan sejak dini. Jika pengadilan ad hoc lingkungan hidup terbentuk, wibawa peradilan umum semakin hilang.
Selasa, 20 November 2007
0 Sulitnya Menyamakan Komitmen
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar