"DULU saya sulit untuk melupakan mantan pacar, namun setelah saya berobat di klinik ....., mantan pacar saya yang sulit untuk melupakan saya, terima kasih klinik ......."
"Dulu saya senang nonton motoGP. Tapi sejak berkunjung ke klinik ....., saya jadi kecanduan nonton 3gp."
Demikian dua dari puluhan atau lebih plesetan sebuah iklan klinik pengobatan alternatif yang beredar di dunia maya beberapa waktu lalu. Bagi yang pernah menyaksikan iklan aslinya di layar kaca, hampir bisa dipastikan tergelitik hatinya jika membaca atau melihat plesetan iklannya. Paling tidak sedikit tersenyum simpul menahan tawa.
Ya, dalam beberapa Minggu terakhir, sebuah iklan klinik pengobatan alternatif yang sangat sering tayang di berbagai saluran televisi swasta nasional, jadi perbincangan hangat di jejaring sosial seperti Facebook dan Twitter maupun broadcast di BlackBerry Messenger hingga beberapa forum komunitas online.
Iklan yang berisi testimoni sejumlah pasien dan dikemas gaya iklan jadul (zaman dulu) jadi makanan mereka yang punya ide dan inovasi tinggi plus sedikit sifat usil. Entah siapa yang memulai, satu demi satu plesetan testimoni pasien klinik itu beredar di dunia maya. Belakangan, plesetan iklan itu menjadi trending topic di jejaring sosial.
Dibanding pariwara lain yang menjual eksotisme alam, kecantikan maupun kegantengan bintang iklannya, iklan klinik itu sangat sederhana. Hanya pengakuan beberapa pasien yang pernah berobat dan sembuh. Lantas, kenapa bisa jadi populer?
Iklan tersebut juga melanggar Peraturan Menteri kesehatan No. 1787 Tahun 2012 mengenai Iklan dan Publikasi Pelayanan Kesehatan, lantaran menayangkan testimoni pasien. Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) pun tak tinggal diam dengan memberi teguran per tanggal 31 Mei 2012 lalu.
Sebelumnya, KPI juga telah menerima surat dari Badan Pengawas Persatuan Perusahaan Periklanan Indonesia (BPP P3I) No. 635/BPP- PPI/III/2012 pada 12 Maret 2012. Isinya permintaan agar KPI Pusat melakukan tindakan sesuai kewenangannya melihat maraknya fenomena iklan pelayanan kesehatan di lembaga penyiaran.
Bukan maksud memvonis, tapi rasanya sangat kecil peluang iklan tersebut untuk meraih Pinasthika Award, sebuah ajang lomba cipta iklan kreatif. Meski tidak tergolong kreatif, namun si pencipta iklan mampu menciptakan spot pariwara, walaupun kurang sedap dipandang tapi tertanam di indra yang melihatnya. Ditambah kontinuitas penayangannya di layar kaca, maka iklan klinik itu melekat di benak pemirsa.
Dengan kata lain, iklan itu sukses menanamkan brand di masyarakat, terlepas apakah dipandang positif atau negatif. Parodi atau plesetannya yang beredar di dunia maya adalah bagian dari kesuksesan promo iklan itu.
Tak cukup hanya kreatif untuk menjadikan sesuatu yang tak dikenal menjadi populer bahkan disukai. Inovasi 'gila' dan sedikit usil juga diperlukan. Seperti pembuat teka-teki silang. Tanpa inovasi, teka-teki dianggap sebagai rutinitas biasa di edisi Minggu sebuah koran. (*)
Foto: portal.ristek.go.id
"Dulu saya senang nonton motoGP. Tapi sejak berkunjung ke klinik ....., saya jadi kecanduan nonton 3gp."
Demikian dua dari puluhan atau lebih plesetan sebuah iklan klinik pengobatan alternatif yang beredar di dunia maya beberapa waktu lalu. Bagi yang pernah menyaksikan iklan aslinya di layar kaca, hampir bisa dipastikan tergelitik hatinya jika membaca atau melihat plesetan iklannya. Paling tidak sedikit tersenyum simpul menahan tawa.
Ya, dalam beberapa Minggu terakhir, sebuah iklan klinik pengobatan alternatif yang sangat sering tayang di berbagai saluran televisi swasta nasional, jadi perbincangan hangat di jejaring sosial seperti Facebook dan Twitter maupun broadcast di BlackBerry Messenger hingga beberapa forum komunitas online.
Iklan yang berisi testimoni sejumlah pasien dan dikemas gaya iklan jadul (zaman dulu) jadi makanan mereka yang punya ide dan inovasi tinggi plus sedikit sifat usil. Entah siapa yang memulai, satu demi satu plesetan testimoni pasien klinik itu beredar di dunia maya. Belakangan, plesetan iklan itu menjadi trending topic di jejaring sosial.
Dibanding pariwara lain yang menjual eksotisme alam, kecantikan maupun kegantengan bintang iklannya, iklan klinik itu sangat sederhana. Hanya pengakuan beberapa pasien yang pernah berobat dan sembuh. Lantas, kenapa bisa jadi populer?
Iklan tersebut juga melanggar Peraturan Menteri kesehatan No. 1787 Tahun 2012 mengenai Iklan dan Publikasi Pelayanan Kesehatan, lantaran menayangkan testimoni pasien. Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) pun tak tinggal diam dengan memberi teguran per tanggal 31 Mei 2012 lalu.
Sebelumnya, KPI juga telah menerima surat dari Badan Pengawas Persatuan Perusahaan Periklanan Indonesia (BPP P3I) No. 635/BPP- PPI/III/2012 pada 12 Maret 2012. Isinya permintaan agar KPI Pusat melakukan tindakan sesuai kewenangannya melihat maraknya fenomena iklan pelayanan kesehatan di lembaga penyiaran.
Bukan maksud memvonis, tapi rasanya sangat kecil peluang iklan tersebut untuk meraih Pinasthika Award, sebuah ajang lomba cipta iklan kreatif. Meski tidak tergolong kreatif, namun si pencipta iklan mampu menciptakan spot pariwara, walaupun kurang sedap dipandang tapi tertanam di indra yang melihatnya. Ditambah kontinuitas penayangannya di layar kaca, maka iklan klinik itu melekat di benak pemirsa.
Dengan kata lain, iklan itu sukses menanamkan brand di masyarakat, terlepas apakah dipandang positif atau negatif. Parodi atau plesetannya yang beredar di dunia maya adalah bagian dari kesuksesan promo iklan itu.
Tak cukup hanya kreatif untuk menjadikan sesuatu yang tak dikenal menjadi populer bahkan disukai. Inovasi 'gila' dan sedikit usil juga diperlukan. Seperti pembuat teka-teki silang. Tanpa inovasi, teka-teki dianggap sebagai rutinitas biasa di edisi Minggu sebuah koran. (*)
Foto: portal.ristek.go.id
0 komentar:
Posting Komentar